Tanpa Judul Eps. 1 (Murid Baru)




Angin yang hangat dimusim panas ini membuatku suka dengan musim ini, jujur aku membenci musim hujan karena awan-awan selalu meneteskan air matanya. Kadang aku berpikir untuk menghentikan hujan itu tapi aku tak bisa. Kevin adalah nama yang diberikan oleh orang tuaku untukku. Aku juga tidak tahu apa arti dari namaku itu. Terkadang aku menginginkan ada musim salju di negara ini. Itu pasti sangat dingin.
Hampir setiap hari aku berangkat sekolah menggunakan sepeda, aku tidak pernah peduli dengan temanku yang lainnya. Mungkin aku adalah satu-satunya orang yang tidak tahu apa bakatku ini. Masing-masing orang di kelas ini memiliki bakat yang luar biasa, walaupun menurut oranglain itu biasa saja tapi, menurutku itu luar biasa. Pernah aku mencoba melakukan salah satu dari seluruh bakat di kelas ini. Hasilnya pun tidak ada. Mungkin bakatku adalah menaiki sepeda. Aduh.. menaiki sepeda kan bukan bakat.
Keluargaku juga memiliki bakat, seperti ayahku melukis, kakakku programming, dan ibuku apa ya. Mereka sangat hebat, aku jadi ingin mengerti arti dari bakat terpendam. Aku selalu berangkat menggunakan sepedaku ini melewati beberapa rerumputan. Tempat yang sangat indah, ayahku juga pernah melukisnya. Banyak anak sekolah yang lewat sini, tapi mereka berjalan di jalur yang berbeda denganku. Setelah beberapa lama aku sekolah, aku baru melihat ada seseorang lewat jalan yang searah denganku. Siapa dia, apakah murid baru. Seragam yang kami kenakan juga sama. Ya, seragam dari sekolah yang sama.
Setelah sampai di sekolah aku langsung bertanya dengan Tio. Sebenarnya aku gak pernah percaya ama yang namanya teman. Sejak mereka mengejekku, hanya karena aku satu-satunya siswa yang tidak memiliki bakat di kelas ini.
“Tio !”
“Ada apa vin ?”
“Tadi pas aku berangkat ke sekolah, aku sempat lihat orang pake seragam sekolah yang sama. Tapi aku gak pernah liat wajahnya di sekolah ini”
“Emangnya kamu pernah apa, lihatin semua wajah di sekolah ini ? Nama sekolah ini aja kamu gak pernah tahu”
“Mungkin itu bakatku, tidak pernah bisa hafal !”
“Bakat apaan tuh ? Bakat ayam, bakat jagung malah enak di makan”
“Bakar kali”
“Aku pernah denger deh, tentang anak baru yang katanya masuk di kelas kita”
“Kelas kita ? Kok bisa ?”
“Dia berbakat bro ! Aku aja gak tahu kenapa kamu bisa masuk di kelas ini. Padahal, kamu aja gak berbakat”
“Nah, itu aku juga bingung. Mungkin inilah yang namanya pengacakan kelas”
“Iya sih, setahuku kamu gak pernah peduli siapa temanmu. Atau, kamu gak tahu namaku”
“Gila, aku tadi manggil kamu pake nama apa ? Nama apa ? Nama hewan ?”
“Lupa, terus kenapa kamu gak peduli siapa temanmu ?”
“Karena kalau ada teman pasti ada musuh atau bisa juga, teman adalah musuh”
“Bisa aja kamu itu”
Setelah beberapa menit bel berbunyi, tanda masuk. Semua murid masuk ke kelas masing-masing. Ternyata Tio benar, dia benar-benar murid baru yang akan masuk ke kelas ini. Sementara itu guru mempersilahkan dia untuk berkenalan.
“Ini Shania siswi pindahan, coba kamu perkenalkan diri kamu” Wali kelas
“Selamat pagi semua !”
“Pagi !”
“Perkenalkan namaku Shania, aku siswi pindahan ? . Mohon bantuannya ya”
“Siswi pindahan ? Dari mana ?” Reza
“Dari mana ya ?”
“Dia sama kayak kamu, lupa nama sekolahnya” Tio (berbisik)
“...” Aku
“Ya sudah, jadi dia dipindahkan di sini karena itu adalah keputusan kepala sekolah” Wali kelas
Pelajaran dimulai. Namanya Shania, wajahnya terlihat bersinar, matanya sangat indah. Mungkin hanya perasaanku saja. Aku akan mencoba mendekatinya saat istirahat nanti. Aku ingin tahu apa sebenarnya bakat yang ia miliki.
Istirahat dimulai dan aku mencoba mendekatinya. Sebenarnya benar-benar takut karena itulah kebiasaanku. Aku melihat dia sedang membuat sesuatu, entah apa itu atau mataku ya yang salah lihat. Ternyata dia sedang menulis sesuatu. Aku akan mencoba bertanya padanya.
“Hai Shania !”
“Hai, kamu itu orang yang gak punya bakat itu ya?”
“Iya, kok tahu sih ?”
“Ya tahu lah, ada tulisannya di depan kelas ini”
“Oh iya, tulisannya kan, orang yang duduk di belakang itu adalah orang yang tidak memiliki bakat”
“Benar sekali”
“Kamu buat apaan sih ?”
“Aku buat apa ? Aku cuma nulis itu ... yang ada di papan tulis”
“Oh, kamu emangnya punya bakat apaan ?”
“Aku sebenarnya sih, gak punya. Tapi setahuku, kelas ini adalah kelas yang memiliki bakat terburuk di sekolah ini”
“Kamu benar sekali, ini kan kelas 11-12. Di dalam kelas ini, itu murid buangan kayaknya”
“Termasuk kamu kan ?”
“Ya... terus kamu mau buktiin apa ke teman-teman ?”
“Gak, aku cuma mau bantu kalian aja 2 minggu ini”
“Hah ? Bukannya kamu pindahan ?”
“Siapa yang bilang ?”
“Kamu tadi pas kenalan, kamu kan bilang gitu”
“Salah denger kali, tadi kan wali kelas yang bilang aku itu siswi pindahan”
“Ah.. gak tahu ah. Apa gunanya 2 minggu ?”
“Kamu tahu Kevin ?”
“Kevin ? Kevin siapa ?”
“Siapa ya ? Karin mungkin atau Kelin atau siapa ya ?”
“Ada apa ama Kevin ?”
“Bodohnya kamu, dia menutupi bakatnya di depan teman-temannya”
“Masa sih ?”
“Iya ! Mau tahu gak ?”
“Nulis komik ya atau buat manga ?”
“Kok kamu tahu sih ?”
“AKU KEVIN !!!”
“Oh, kamu ya. Kok duduk dibelakang ?”
“Setiap kali aku ngomong ke temanku tentang bakatku mereka gak percaya. Tapi kamu benar gak siswi pindahan”
“Aku pindahan. Aku bahkan gak pernah tau dimana aku sekolah”
“Aku juga”
“Bukan, maksudku. Orang tuaku seperti selalu menutup mataku. Aku berpindah dari sekolah A ke sekolah B dengan begitu mudah dan ayahku lah yang memindahkanku”
“Begitu ya, bisa kita bicara sepulang sekolah ?”
“Bisa, emang kita searah ya ?”
Bel berbunyi dan itu membuat suaraku tidak terdengar. Aku meninggalkan dia, dan kembali duduk di kursiku. Entah mengapa aku tidak menyukai pelajaran-pelajaran ini. Berbeda dengan dia, dia terlihat sangat serius dengan semua pelajaran. Tapi kenapa dia di masukkan ke kelas ini oleh kepala sekolah. Mungkin aku akan bertanya, tapi pada siapa.
Sepulang sekolah, aku langsung mengambil sepedaku di tempat parkir sepeda. Aku terkejut saat Shania menepuk pundakku.
“Hai”
“Aduh, kamu. Bikin kaget aja”
“Kamu juga naik sepeda ya ?”
“Kamu gak tahu ? tadi pagi aku lihat kamu. Mungkin kamu gak ngeliat aku”
“Mungkin .. Ayo kita pulang”
“Ayo”
Kami melewati jalan yang sama, entah mengapa walaupun dia berbeda denganku tapi aku yakin bisa lebih hebat darinya. Dia jadi ingin tahu kenapa aku membuat komik, kami berbicara di jalan pulang. Sambil mengayuh sepeda, setiap pertanyaan keluar dari mulut Shania dan aku hanya bisa menjawabnya.
“Hei, kenapa ? Kenapa kamu malah buat komik ?”
“Eh, maaf. Ya, mau gimana lagi. Itukan hobiku ! Emangnya kamu gak punya hobi ya ?”
“Enak aja, aku punya. Gak tahu juga sih, biasanya dirumah suka main piano”
“Cuma itu ya ?”
“Iya, kamu juga cuma itu ?”
“Ada lagi, gaming”
“Gaming juga juga hobi ya ? Apa semua yang kita lakukan itu hobi juga ?”
“Ya gak, misalnya aja sekolah. Kita sekolah setiap senin – sabtu, itu bukan hobi ! Kok kamu tanya itu sih ? Aku kira kamu itu pintar”
“Haha, pintar ya. Aku biasa aja kok. Sebenarnya kelas kita gak terlalu buruk”
“Begitu ya ?”
“Iya, kalian memiliki bakat masing-masing. Aku diterima hanya karena memiliki nilai baik. Kepala sekolah berkata padaku begini, mungkin jika kamu berada di kelas 11-12 kamu pasti bisa merubah mereka menjadi sepertimu. Aku cuma jawab gini, setiap orang punya karakter beda. Jangan memaksakan kalau tidak bisa nanti akhirnya kita susah sendiri. Ayahku malah menegurku”
“Ayahmu itu seperti apa sih ?”
“Ayahku ya ? Aku ingin ayahku itu selalu ada bersamaku, ayah juga gak peduli ama nilaiku selama nilaiku masih baik. Dia selalu saja sibuk, kalau ayahmu ?”
“Ayahku ? Aku biasa ketemu dia sore, ya... pas banget ama jam pulang sekolah kita ini”
“Aku kira semua ayah sama. Apakah karena jabatan seseorang jadi pulang malam ya ?”
“Eh.. Jangan bilang gitu. Walaupun ayahmu pulang malam, dia pasti selalu sayang ama kamu. Itu baru sifat orang tua”
“Makasih ya, ngomong-ngomong kamu sekarang arah mana ?”
“Kiri”
“Sama, hmm.. kamu punya teman ?”
“Teman ya ? Walaupun mereka teman, aku gak pernah nganggap mereka temanku”
“Begitu ya, kamu tahu gak rasanya terus pindah sekolah sampai harus meninggalkan teman”
“Aku gak tahu”
“Sedih, sebenarnya aku udah disuruh ayahku untuk tidak mencari teman”
“Kenapa ?”
“Karena ayahku akan selalu pindah tempat kerja. Ia seperti tidak peduli denganku”
“Bukan, kenapa kamu gak ngikutin saran ayahmu aja. Kenapa sih kamu berpikiran buruk ama ayahmu sendiri ?”
“Aku ingin punya teman, ayahku memang seperti itu. Kadang dia tidak pulang dari kerjanya”
“Sudahlah, dia kan ayahmu sendiri. Kamu suatu saat akan tahu rasanya kerja”
“Eh, aku udah sampai”
“Oh.. ini rumahmu ya ? Ya udah, sampai jumpa besok !”
“Ya !”
Aku meninggalkannya, rasanya dia memang butuh teman. Ia butuh teman karena ayahnya yang tidak selalu bersamanya, dia pasti selalu merasakan kesedihan di rumahnya. Mungkin saja, dia menutup kesedihan itu dengan cara belajar. Menurutku, dia mau jadi orang yang lebih hebat dari ayahnya. Sungguh, baru kali ini aku bertemu dengan orang yang seperti dia. Andaikan aku adalah dia, apa yang akan aku lakukan ? Kadang, pasti berpikiran ayahnya terlalu mencintai pekerjaannya sampai dia melupakan keluarganya. Cinta terhadap keluarganya berkurang. Tapi, sepertinya itu benar juga. Susah juga, dia juga merasa sedih kalau meninggalkan temannya. Jika kita berpisah suatu hari, aku harap kamu bisa buktikan kalau kamu lebih hebat dari ayahmu.

Komentar

  1. http://aditya2004.blogspot.com/2015/01/tanpa-judul-eps-1.html

    BalasHapus

Posting Komentar

Tulis komentar kamu tentang posting ini !

Postingan populer dari blog ini

Tanpa Judul Eps. 2 (Ini Nyata !)

Not Only in The Games (?) - Eps. 1 (Perempuan Misterius)

Hanya Karya