Hanya Karya
Maaf kalau gak sebagus genre "Romance" maupun "Thriller" yang biasa aku buat. Yang ini genrenya apa hayo. Selamat membaca.
- 0 -
Hanya Karya
Setiap
minggu aku harus menuliskan hal baru di mading sekolah. Aku Mira seorang anak
kelas 11. Tahun kemarin aku mendengar kabar kalau ada seorang perempuan yang
hampir tidak diakui oleh anak se-angkatannya. Kabarnya dia sekarang satu kelas
denganku, aku rasa namanya adalah Vanya. Semua orang benci padanya, aku tidak
tahu penyebabnya. Tapi saat aku tanya teman dari klub mading, kata mereka dia
dijauhi karena mereka berpikir dia tidak sama seperti yang lain. Tapi
kenyataannya kita semua juga belum tahu.
Awal masuk sekolah ini aku datang pagi
seperti biasanya. Tak ku sangka ternyata Vanya datang lebih awal dariku. Saat
aku ingin mendekatinya aku dipanggil oleh temanku. Aku hanya ingin tahu, siapa
sebenarnya dirinya. Aku langsung menaruh tasku di kursi yang biasa aku tempati
dan menemui temanku itu. Tapi saat aku bertanya
tentang
Vanya dia malah diam dan mengalihkan pembicaraanku.
Jam pelajaran dimulai, hari ini ada seorang
temanku yang tidak berangkat. Seorang guru menyuruh Vanya untuk duduk di kursi
tersebut. Secara tiba-tiba temanku yang lain malah sengaja duduk dikursi itu
agar tidak ditempati Vanya. Sebenarnya ada apa dengan mereka. Saat jam
istirahat pertama dimulai dia tidak keluar dari kelas, dia seperti menulis
sesuatu. Aku tidak tahu apa yang ia tulis, mungkin itu sebuah catatan harian.
Saat jam istirahat kedua dimuai atau waktu
isoma, aku melihat Vanya berjalan ke klub mading. Sepertinya dia menyerahkan
sesuatu ke ketua klub itu. Tapi kenapa ketua malah membuangnya. Vanya bahkan
tidak terlihat sedih, dia segera berjalan kembali ke kelas. Aku tidak
membuntutinya lagi. Kali ini aku berjalan ke klub mading dan bertanya pada
ketua klub. Dia malah diam, ada apa sebenarnya ini. Kenapa dia sampai dibenci
oleh semua orang, apa salahnya. Aku langsung mengumpulkan kertas yang di buang
oleh ketua klub. Mereka semua hanya melihat tanpa membantuku. Aku juga pernah
merasakan dimana sebuah karyaku tidak di hargai seperti ini. Rasanya sangat
sakit, sampai aku tidak bisa menahan air mata. Tapi kenapa Vanya tidak
menangis, apakah dia tidak merasakan rasa sakit itu.
Waktu pulang akhirnya tiba, aku adalah orang
yang keluar kelas terakhir. Tapi tidak sekarang, kali ini aku melihat Vanya
duduk terdiam di belakang kelas dan menundukkan kepalanya. Ada apa dengannya.
Saat aku ingin mendekatinya, temanku memanggilku. Temanku ingin mengantarkanku
pulang tapi aku menolaknya. Entah mengapa dia seperti memaksaku, bukan
sepertinya dia melarangku untuk mendekatinya. Mau bagaimana lagi, aku harus
pulang.
Saat aku berada dirumah, aku terus berpikir
tentang dia. Bagaimana agar semua orang bisa menghargai dan tidak membencinya.
Sepertinya aku akan membuat sebuah gambar yang bisa menggambarkan tentang
dirinya dan pesan yang tepat agar semua orang yang melihatnya bisa sadar apa
yang mereka lakukan seseorang yang mereka benci. Aku akan membuatnya sekarang
dan akan aku pasang besok. Lagipula aku ini anggota klub mading mungkin ketua
klub akan menerima karyaku.
***
Hari ini aku akan langsung memberikan
karyaku ini ke ketua klub mading. Saat aku ke ruang klub dan memberikan
karyaku, ketua klub hanya melihat dan memperbolahkanku memasangnya. Sepertinya
ini memang ada yang aneh, yang paling penting sekarang adalah membuat mereka
semua sadar dengan apa yang mereka lakukan. Setelah aku pasang, beberapa orang
langsung melihatnya. Mereka seperti menunggu berita terbaru di mading ini. Tapi
aku lihat mereka seperti tak acuh dengan pesan yang aku tulis di gambarku itu.
Banyak orang yang memberikan kritik dan saran ke klub mading ini. Tapi tidak
ada satupun dari mereka yang membicarakan tentang pesan yang tertulis di gambar
itu.
Saat pelajaran dimulai Vanya diperintahkan
guru untuk menghapus tulisan di papan tulis tapi saat ia berjalan maju kedepan,
temanku yang lain langsung berlari ke depan dan menghapus tulisan di papan
tulis. Saat itu pula hampir seisi kelas tertawa. Ada apa dengan mereka. Saat
jam selesai, aku langsung berdiri dan berteriak pada mereka.
"Kalian ini kenapa sih? Apa salah
Vanya?"
Seisi kelas terdiam.
"Vanya itu sama kayak kita. Kenapa dia
harus dibenci. Apakah dia gak pantas sekolah disini? Kalau memang kalian gak
setuju dia sekolah disini kalian bisa buat surat ke Kepala Sekolah biar dia
keluar dari sekolah ini !"
"Mira ! Kamu mau bela dia? Kamu tahu
siapa dia? Bahkan seisi sekolah juga gak tahu siapa dia. Dia aja gak marah,
masa' kamu yang marah." Deon
"Vanya? Kenapa kamu malah diam?"
"Lihat ! Vanya aja setuju ama
perkataanku"
"Aku jadi nyesel punya temen kayak
kalian"
"Mira ! Jangan ngomong gitu. Seperti
apapun mereka, mereka itu teman kamu" Vanya
"Kok kamu malah belain mereka
sih?"
Vanya terdiam dan seisi kelas ini juga diam.
Apa sebenarnya yang ia pikirkan. Aku sampai tidak mengetahui cerita ini.
Jam pelajaran berakhir kini saat pulang
sekolah. Tapi kali ini ada yang aneh, Vanya terlihat keluar bersama temanku
tapi ia tidak ke arah gerbang namun ke arah lain. Sepertinya itu arah ke ruang
BK. Lagipula Vanya pantas melaporkan apa yang terjadi padanya kepada BK.
Keesokan harinya aku melihat mading dipenuhi
oleh banyak orang. Saat aku lihat ternyata ada yang memasang sebuah cerita.
Tapi anehnya disitu ada stample dari BK. Itu seperti cerpen dua lembar. Kata
temanku itu cerita sedih. Saat aku membuka kotak kritik saran. Banyak sekali
yang bertanya siapa yang menulisnya dan banyak yang berkata bahwa ceritanya
sangat menginspirasi. Aku juga penasaran, saat aku tanya ketua klub dia tidak
tahu karena pihak BK bisa membuka mading kapan saja mereka mau dan klub mading
tidak diperbolehkan seenaknya melepas apa saja yang dipasang oleh BK.
Aku benar-benar penasaran aku langsung
berjalan ke BK dan bertanya pada guru yang berada disana, mereka malah menjawab
"Maaf, itu kami rahasiakan". Tapi kemarin aku melihat Vanya ke ruang
BK, apa dia yang menulis ini? Kali ini semua orang membicarakan tentang pembuat
misterius itu. Tapi aku tahu, pasti Vanya yang buat ini. Aku akan coba
berbicara padanya sepulang sekolah bagaimanapun keadaannya.
Sepulang sekolah Vanya kembali ke ruang BK
dan aku melihat dia seperti menerima dua lembar kertas yang hampir sama dengan
yang di Mading. Tidak salah lagi, pasti Vanya yang menulisnya. Saat ia keluar
dari ruang tersebut aku langsung berlari dan berhenti tepat di depannya.
"Mira.
Kamu belum pulang?"
"Vanya,
aku mau tanya sesuatu ama kamu"
"Tentang
apa? Tentang cerpen di Mading itu ya?"
"Iya,
kok kanu tahu?"
"Hari
ini banyak yang bicarain itu"
"Kamu
tahu gak yang buat siapa?"
"Aku?
Gak tahu, kamu ya yang buat?"
"Aku
sebenarnya tahu kalau itu kamu yang buat, iya kan?"
"Apaan
sih? Terus kenapa kalau memang aku yang buat?"
"Ya,
setidaknya kasih penjelasan yang buat siapa gitu"
"Kasih
penjelasan gimana? Kamu apa gak ingat kejadian di Klub Mading watu itu? Kamu
mau aku dibuat kayak gitu lagi?"
"Ya gak
sih. Lagian aku cuma ngasih saran aja"
"Saran
apanya? Apa sih mau kamu?"
"..."
Aku terdiam
"Kalau
kamu merasakan apa yang aku rasakan, apa yang akan kamu lakukan? Diam?
Menangis? Itu gak akan mengubah pikiran mereka"
Vanya langsung berjalan cepat menjauhiku.
Aku ingin memanggilnya tapi aku tak bisa. Ingin sekali aku memberi tahu mereka
semua siapa yang menulisnya tapi aku merasa tidak enak padanya. Aku bahkan juga
tidak tahu siapa dia sebenarnya.
***
Hari ini aku tidak ingin melihat Mading. Aku
ingin langsung ke dalam kelas. Aku terkejut saat melihat kursi Vanya kosong.
Apa mungkin dia sakit? Atau dia tidak berangkat karena kata-kataku kemarin. Aku
sekarang merasa bersalah. Sebentar lagi pelajaran dimulai, aku melihat Vanya
baru datang. Tidak biasanya dia datang jam segini. Aku kira dia tidak
berangkat.
Jam pelajaran dimulai, entah mengapa Wali
Kelasku yang masuk. Dia mengumumkan kalau hari ini tidak ada pelajaran karena
guru akan rapat dari jam 9. Aku langsung bertanya kepada wali kelasku.
"Bu,
sebenarnya Vanya itu siapa sih?"
"Vanya
kan teman sekelasmu"
"Tapi
dia diam terus kalau di kelas, jadinya kita kan gak tahu siapa dia. Daripada
teman-teman salah paham, jadinya aku tanya ama Ibu"
"Oh,
Vanya ya. Namanya Vanya Putri. Masa' gak tahu? Dia kan yang memenangkan juara
cipta puisi tahun lalu"
"Berarti
yang buat cerpen di Mading Vanya ya bu?" Rendy
"Iya,
masa' kalian gak mengenali tulisannya sih?"
"Vanya!
Kenapa kamu gak ngasih nama di karyamu?"
"Memang
kenapa?"
"Biar
pembaca mengenali pembuatnya lah" Mira
"Buat
apa sih ngasih nama segala. Lagian itu hanya karya biasa"
"Udah
udah, jadi selama ini kalian malah jauhin Vanya ya?" Wali Kelas
"Lagian
kita juga gak tahu siapa dia" Rendy
"Kalau
kalian mau tahu siapa dia ya kalian harus samakan dia dengan yang lain. Vanya
itu anak yang hebat. Ayahnya aja bantu sekolah ini, dia nyumbangin uangnya buat
kepentingan sekolah ini"
"Oh,
jadi gitu ya" Randy
"Udah,
kalian tolong bersihin kelas. Ibu mau rapat dulu"
"Iya
bu"
Sekarang kita tahu siapa Vanya. Vanya itu
adalah seorang anak yang hebat. Dia beberapa kali di ejek oleh temannya. Dia
terus menjadi orang lain agar sama seperti temannya tapi akhirnya dia menyerah.
Sekarang dia menjadi dirinya sepenuhnya, dia tidak mau terus bergantung pada
Orang tuanya. Dia berusaha sendiri menjadi yang terbaik. Tapi dia salah tentang
menutup identitas dirinya. Tapi dia juga benar, untuk apa semua itu
diperdebatkan lagipula itu hanya karya.
- Sekian -
Setiap
minggu aku harus menuliskan hal baru di mading sekolah. Aku Mira seorang anak
kelas 11. Tahun kemarin aku mendengar kabar kalau ada seorang perempuan yang
hampir tidak diakui oleh anak se-angkatannya. Kabarnya dia sekarang satu kelas
denganku, aku rasa namanya adalah Vanya. Semua orang benci padanya, aku tidak
tahu penyebabnya. Tapi saat aku tanya teman dari klub mading, kata mereka dia
dijauhi karena mereka berpikir dia tidak sama seperti yang lain. Tapi
kenyataannya kita semua juga belum tahu.
Awal masuk sekolah ini aku datang pagi
seperti biasanya. Tak ku sangka ternyata Vanya datang lebih awal dariku. Saat
aku ingin mendekatinya aku dipanggil oleh temanku. Aku hanya ingin tahu, siapa
sebenarnya dirinya. Aku langsung menaruh tasku di kursi yang biasa aku tempati
dan menemui temanku itu. Tapi saat aku bertanya
tentang
Vanya dia malah diam dan mengalihkan pembicaraanku.
Jam pelajaran dimulai, hari ini ada seorang
temanku yang tidak berangkat. Seorang guru menyuruh Vanya untuk duduk di kursi
tersebut. Secara tiba-tiba temanku yang lain malah sengaja duduk dikursi itu
agar tidak ditempati Vanya. Sebenarnya ada apa dengan mereka. Saat jam
istirahat pertama dimulai dia tidak keluar dari kelas, dia seperti menulis
sesuatu. Aku tidak tahu apa yang ia tulis, mungkin itu sebuah catatan harian.
Saat jam istirahat kedua dimuai atau waktu
isoma, aku melihat Vanya berjalan ke klub mading. Sepertinya dia menyerahkan
sesuatu ke ketua klub itu. Tapi kenapa ketua malah membuangnya. Vanya bahkan
tidak terlihat sedih, dia segera berjalan kembali ke kelas. Aku tidak
membuntutinya lagi. Kali ini aku berjalan ke klub mading dan bertanya pada
ketua klub. Dia malah diam, ada apa sebenarnya ini. Kenapa dia sampai dibenci
oleh semua orang, apa salahnya. Aku langsung mengumpulkan kertas yang di buang
oleh ketua klub. Mereka semua hanya melihat tanpa membantuku. Aku juga pernah
merasakan dimana sebuah karyaku tidak di hargai seperti ini. Rasanya sangat
sakit, sampai aku tidak bisa menahan air mata. Tapi kenapa Vanya tidak
menangis, apakah dia tidak merasakan rasa sakit itu.
Waktu pulang akhirnya tiba, aku adalah orang
yang keluar kelas terakhir. Tapi tidak sekarang, kali ini aku melihat Vanya
duduk terdiam di belakang kelas dan menundukkan kepalanya. Ada apa dengannya.
Saat aku ingin mendekatinya, temanku memanggilku. Temanku ingin mengantarkanku
pulang tapi aku menolaknya. Entah mengapa dia seperti memaksaku, bukan
sepertinya dia melarangku untuk mendekatinya. Mau bagaimana lagi, aku harus
pulang.
Saat aku berada dirumah, aku terus berpikir
tentang dia. Bagaimana agar semua orang bisa menghargai dan tidak membencinya.
Sepertinya aku akan membuat sebuah gambar yang bisa menggambarkan tentang
dirinya dan pesan yang tepat agar semua orang yang melihatnya bisa sadar apa
yang mereka lakukan seseorang yang mereka benci. Aku akan membuatnya sekarang
dan akan aku pasang besok. Lagipula aku ini anggota klub mading mungkin ketua
klub akan menerima karyaku.
***
Hari ini aku akan langsung memberikan
karyaku ini ke ketua klub mading. Saat aku ke ruang klub dan memberikan
karyaku, ketua klub hanya melihat dan memperbolahkanku memasangnya. Sepertinya
ini memang ada yang aneh, yang paling penting sekarang adalah membuat mereka
semua sadar dengan apa yang mereka lakukan. Setelah aku pasang, beberapa orang
langsung melihatnya. Mereka seperti menunggu berita terbaru di mading ini. Tapi
aku lihat mereka seperti tak acuh dengan pesan yang aku tulis di gambarku itu.
Banyak orang yang memberikan kritik dan saran ke klub mading ini. Tapi tidak
ada satupun dari mereka yang membicarakan tentang pesan yang tertulis di gambar
itu.
Saat pelajaran dimulai Vanya diperintahkan
guru untuk menghapus tulisan di papan tulis tapi saat ia berjalan maju kedepan,
temanku yang lain langsung berlari ke depan dan menghapus tulisan di papan
tulis. Saat itu pula hampir seisi kelas tertawa. Ada apa dengan mereka. Saat
jam selesai, aku langsung berdiri dan berteriak pada mereka.
"Kalian ini kenapa sih? Apa salah
Vanya?"
Seisi kelas terdiam.
"Vanya itu sama kayak kita. Kenapa dia
harus dibenci. Apakah dia gak pantas sekolah disini? Kalau memang kalian gak
setuju dia sekolah disini kalian bisa buat surat ke Kepala Sekolah biar dia
keluar dari sekolah ini !"
"Mira ! Kamu mau bela dia? Kamu tahu
siapa dia? Bahkan seisi sekolah juga gak tahu siapa dia. Dia aja gak marah,
masa' kamu yang marah." Deon
"Vanya? Kenapa kamu malah diam?"
"Lihat ! Vanya aja setuju ama
perkataanku"
"Aku jadi nyesel punya temen kayak
kalian"
"Mira ! Jangan ngomong gitu. Seperti
apapun mereka, mereka itu teman kamu" Vanya
"Kok kamu malah belain mereka
sih?"
Vanya terdiam dan seisi kelas ini juga diam.
Apa sebenarnya yang ia pikirkan. Aku sampai tidak mengetahui cerita ini.
Jam pelajaran berakhir kini saat pulang
sekolah. Tapi kali ini ada yang aneh, Vanya terlihat keluar bersama temanku
tapi ia tidak ke arah gerbang namun ke arah lain. Sepertinya itu arah ke ruang
BK. Lagipula Vanya pantas melaporkan apa yang terjadi padanya kepada BK.
Keesokan harinya aku melihat mading dipenuhi
oleh banyak orang. Saat aku lihat ternyata ada yang memasang sebuah cerita.
Tapi anehnya disitu ada stample dari BK. Itu seperti cerpen dua lembar. Kata
temanku itu cerita sedih. Saat aku membuka kotak kritik saran. Banyak sekali
yang bertanya siapa yang menulisnya dan banyak yang berkata bahwa ceritanya
sangat menginspirasi. Aku juga penasaran, saat aku tanya ketua klub dia tidak
tahu karena pihak BK bisa membuka mading kapan saja mereka mau dan klub mading
tidak diperbolehkan seenaknya melepas apa saja yang dipasang oleh BK.
Aku benar-benar penasaran aku langsung
berjalan ke BK dan bertanya pada guru yang berada disana, mereka malah menjawab
"Maaf, itu kami rahasiakan". Tapi kemarin aku melihat Vanya ke ruang
BK, apa dia yang menulis ini? Kali ini semua orang membicarakan tentang pembuat
misterius itu. Tapi aku tahu, pasti Vanya yang buat ini. Aku akan coba
berbicara padanya sepulang sekolah bagaimanapun keadaannya.
Sepulang sekolah Vanya kembali ke ruang BK
dan aku melihat dia seperti menerima dua lembar kertas yang hampir sama dengan
yang di Mading. Tidak salah lagi, pasti Vanya yang menulisnya. Saat ia keluar
dari ruang tersebut aku langsung berlari dan berhenti tepat di depannya.
"Mira.
Kamu belum pulang?"
"Vanya,
aku mau tanya sesuatu ama kamu"
"Tentang
apa? Tentang cerpen di Mading itu ya?"
"Iya,
kok kanu tahu?"
"Hari
ini banyak yang bicarain itu"
"Kamu
tahu gak yang buat siapa?"
"Aku?
Gak tahu, kamu ya yang buat?"
"Aku
sebenarnya tahu kalau itu kamu yang buat, iya kan?"
"Apaan
sih? Terus kenapa kalau memang aku yang buat?"
"Ya,
setidaknya kasih penjelasan yang buat siapa gitu"
"Kasih
penjelasan gimana? Kamu apa gak ingat kejadian di Klub Mading watu itu? Kamu
mau aku dibuat kayak gitu lagi?"
"Ya gak
sih. Lagian aku cuma ngasih saran aja"
"Saran
apanya? Apa sih mau kamu?"
"..."
Aku terdiam
"Kalau
kamu merasakan apa yang aku rasakan, apa yang akan kamu lakukan? Diam?
Menangis? Itu gak akan mengubah pikiran mereka"
Vanya langsung berjalan cepat menjauhiku.
Aku ingin memanggilnya tapi aku tak bisa. Ingin sekali aku memberi tahu mereka
semua siapa yang menulisnya tapi aku merasa tidak enak padanya. Aku bahkan juga
tidak tahu siapa dia sebenarnya.
***
Hari ini aku tidak ingin melihat Mading. Aku
ingin langsung ke dalam kelas. Aku terkejut saat melihat kursi Vanya kosong.
Apa mungkin dia sakit? Atau dia tidak berangkat karena kata-kataku kemarin. Aku
sekarang merasa bersalah. Sebentar lagi pelajaran dimulai, aku melihat Vanya
baru datang. Tidak biasanya dia datang jam segini. Aku kira dia tidak
berangkat.
Jam pelajaran dimulai, entah mengapa Wali
Kelasku yang masuk. Dia mengumumkan kalau hari ini tidak ada pelajaran karena
guru akan rapat dari jam 9. Aku langsung bertanya kepada wali kelasku.
"Bu,
sebenarnya Vanya itu siapa sih?"
"Vanya
kan teman sekelasmu"
"Tapi
dia diam terus kalau di kelas, jadinya kita kan gak tahu siapa dia. Daripada
teman-teman salah paham, jadinya aku tanya ama Ibu"
"Oh,
Vanya ya. Namanya Vanya Putri. Masa' gak tahu? Dia kan yang memenangkan juara
cipta puisi tahun lalu"
"Berarti
yang buat cerpen di Mading Vanya ya bu?" Rendy
"Iya,
masa' kalian gak mengenali tulisannya sih?"
"Vanya!
Kenapa kamu gak ngasih nama di karyamu?"
"Memang
kenapa?"
"Biar
pembaca mengenali pembuatnya lah" Mira
"Buat
apa sih ngasih nama segala. Lagian itu hanya karya biasa"
"Udah
udah, jadi selama ini kalian malah jauhin Vanya ya?" Wali Kelas
"Lagian
kita juga gak tahu siapa dia" Rendy
"Kalau
kalian mau tahu siapa dia ya kalian harus samakan dia dengan yang lain. Vanya
itu anak yang hebat. Ayahnya aja bantu sekolah ini, dia nyumbangin uangnya buat
kepentingan sekolah ini"
"Oh,
jadi gitu ya" Randy
"Udah,
kalian tolong bersihin kelas. Ibu mau rapat dulu"
"Iya
bu"
Sekarang kita tahu siapa Vanya. Vanya itu
adalah seorang anak yang hebat. Dia beberapa kali di ejek oleh temannya. Dia
terus menjadi orang lain agar sama seperti temannya tapi akhirnya dia menyerah.
Sekarang dia menjadi dirinya sepenuhnya, dia tidak mau terus bergantung pada
Orang tuanya. Dia berusaha sendiri menjadi yang terbaik. Tapi dia salah tentang
menutup identitas dirinya. Tapi dia juga benar, untuk apa semua itu
diperdebatkan lagipula itu hanya karya.
- Sekian -
http://aditya2004.blogspot.com/2015/06/hanya-karya.html?m=1
BalasHapus