Semangat Merah Putih (Spesial HUT RI ke-70)
Semangat Merah Putih (Spesial HUT RI ke-70)
Katanya merdeka, tapi kenapa
suara tangisan masih terdengar. Arti merdeka menurut mereka mungkin hanya
mengibarkan bendera saja. Mira adalah saksi nyata akan kejadian ini. Di tempat
yang sekarang Mira kunjungi adalah tempat yang sedikit akan pengetahuan. Bendera
saja mereka tidak punya, bagaimana mau mengibarkannya. Tapi mereka tahu kalau
hari itu adalah hari di mana Negara Kesatuan Republik Indonesia ini telah
merdeka. Mereka berusaha membuat bendera mereka sendiri dengan cara apapun. Mereka
memberikan warna dengan pewarna alami dari alam. Mereka menancapkan bambu sebagai
tiangnya. Merekalah orang-orang yang memperjuangkan kemerdekaan ini.
Beberapa tahun Mira disana
sebagai pendidik, akhirnya Mira kembali untuk menengok kampung halamannya. Ia sangat
senang dan menceritakan apa yang telah ia lalui di tempat yang sempat ia
tempati. Setelah beberapa lama Mira kembali menjadi PPL. Kali ini ia ingin
sekali mengajar di kota di mana ia tinggal. Ia telah mendapatkan tempat yang
sesuai dengannya. Akhirnya ia sudah bisa mulai bertugas. Mungkin Mira sudah
banyak pengalaman, tapi kali ini berbeda. Murid-muridnya nakal dan tidak bisa
di atur. Mira merasa kalau ia salah mengambil tempat. Apa boleh buat, Mira
harus tetap melanjutkan apa yang telah ia pilih.
Kelas sangat ribut dan Mira
sempat merasa tidak sanggup. Tapi ia ingat saat ia mengajar di luar kota. Muridnya
juga sama, susah di atur. Mira memutuskan menghukum murid yang tidak bisa diatur
itu. Akhirnya mereka semua diam dan patuh kecuali satu orang. Dia berteriak “Hukum
saja, aku tidak takut denganmu”. Mira merasa kalau anak ini sepertinya berbeda
dengan yang lain. Akhirnya Mira memutuskan untuk menghukumnya. Tapi apa yang
terjadi, anak itu malah mengeluarkan pisau dan berkata “Coba kalau berani”.
Mira ketakutan dan keluar dari kelas. Ia langsung berjalan ke ruang guru dan
berbicara kepada guru yang sedang ia gantikan.
“Maaf, pak. Sepertinya saya tidak
sanggup lagi mengajar di kelas ini”
“Kenapa?”
“Anak-anak di kelas itu susah
bisa di atur”
“Bukankah itu biasa? Apa
masalahnya?”
“Maksud saya, ada satu anak yang
berani melawan gurunya, ia menodongkan pisau ke arah saya”
“Mau bagaimana lagi, anak-anak
itu harus belajar. Kita sebagai guru hanya bisa melakukan yang kita bisa. Kalau
kamu bisa melakukan sesuatu sehingga anak itu bisa patuh dengan perintah
gurunya itu malah lebih baik”
“Iya pak saya akan coba lagi
nanti”
Mira meneteskan air matanya. Bukan
karena ia di todongkan pisau oleh muridnya, tapi karena ia gagal mengajar
mereka.
Keesokan harinya Mira mendapat
jadwal untuk mengajar kelas tersebut kembali. Sebenarnya ia masih merasa takut
tapi ia beranikan dirinya untuk mengajar kelas tersebut. Saat ia masuk, ia
melihat kelas sangat gaduh. Ia akan mencoba satu cara yang menurutnya akan
berhasil. Ia berdiri dan menyapa dengan muridnya.
“Selamat Pagi”
“….”
“Pagi anak-anak”
Muridnya mulai menyadari
keberadannya dan mulai duduk tenang. Seperti pemikirannya, anak yang kemarin
masih saja tidak bisa di atur. Ia memutuskan untuk mencoba cara tersebut.
“Ibu ngapain balik ke sini?”
“Ibu kan mau ngajar. Emang kamu
gak mau di ajar ya?”
“Gak, buat apa belajar. Gak penting.
Sama aja akhirnya juga jadi pengemis, pengamen, ahhh”
“Lho, kok gitu. Ini ibu jadi
guru. Gak jadi pengemis kan?”
“Ibu kan punya duit buat kuliah.
Aku? Buat sekolah aja susah”
“Gitu ya. Nama kamu siapa nak”
“Aku Halim. Kenapa tanya-tanya
nama?”
“Ibu kan pengen tahu. Kalau gak
kenal kan gak sayang”
“…”
“Kamu suka pelajaran apa?”
“Gak suka”
“Ya udah, kamu sukanya ngapain?”
“Semua suka kecuali belajar”
“Gitu ya, kamu mau duduk atau mau
berdiri aja?”
“Duduk”
“Silahkan”
Mira berhasil membuatnya duduk. Sebenarnya
Mira guru bahasa Indonesia tapi saat ia mendengarkan kata-kata dari Halim. Ia memutuskan
untuk menceritakan sebuah sejarah Indonesia. Ia menceritakan dengan mendetail
bagaimana susahnya belajar di zaman dahulu. Semua murid mendengarkan termasuk
Halim. Sampai mereka bertanya-tanya kepada Mira. Mira merasa senang karena
muridnya sekarang sudah mulai bisa ia control. Saat jam pelajaran berganti,
Mira keluar dari kelas. Tiba-tiba ada satu anak yang memegang tangannya. Mira menoleh
ke arah anak tersebut dan ternyata itu adalah Halim. Mira sempat terkejut dan
bertanya.
“Ada apa lim?”
“Maafin aku bu. Harusnya aku
bersyukur bisa sekolah gratis. Malah gak aku manfaatin”
“Ia lim. Kalau kamu belajar giat,
terus jadi pintar. Kan nanti kamu di cari-cari ama pemerintah terus dapat
beasiswa bisa ngelanjutin ke jenjeng berikutnya”
“Ia bu”
“Ya udah”
Mira berjalan meninggalkannya. Itu
bukanlah satu-satunya perjuangan Mira selama ini. Mungkin mira belum tahu
banyak tentang apa arti dari merah putih itu sendiri. Ia pernah mengajar di satu
tempat lain dengan jenjang yang sama yaitu Sekolah Menengah Pertama. Saat itu
adalah tanggal 15 Agustus. Dia berjalan-jalan berkeliling sekolah untuk melihat
antusias para murid dalam perayaan hari proklamasi ini. Sampai ia melihat satu
kejadian yang membuat ia terdiam. Ia melihat ada 2 orang anak perempuan sedang
memasang bendera merah putih. Lalu ada seorang anak perempuan lain sedang
berjalan dan memanggil mereka. Ternyata anak perempuan itu mengajak mereka pulang
dan menggalkan acara yang diadakan sekolah. Ia terus memanggil dan mengajak
pulang ke-2 temannya itu tapi mereka menolak. Sampai pada akhirnya ia marah. Saat
dua temannya itu sedang memasang bendera merah putih di tiang yang ia letakkan
di depan kelas itu, anak perempuan itu langsung mendorong ke-2 temannya itu
sampai terjatuh. Ia berteriak kepada mereka.
“Kalian itu kenapa? Diajak enak
malah gak mau. Malah masang kain gak jelas lagi”
Perempuan itu menarik bendera itu
dan membuangnya. Ia bukan hanya membuangnya, ia juga menginjak-injak bendera
tersebut dengan sepatunya. Tentu saja itu membuat dua temannya itu sedih. Saat Mira
melihat hal itu, ia langsung berlari dan berbicara kepada anak yang menginjak
bendera itu.
“Eh, kenapa kok di injak?”
“Itu bu, mereka gak peduliin aku
malah ngurusin bendera ini terus”
Mira mengambil bendera itu dan
berbicara kepada anak tersebut.
“Kamu tahu ini apa?”
“Itu kain”
“Iya, namanya apa?”
“Bendera”
“Terus kenapa kamu injak-injak
tadi?”
“Ya itu, mereka itu malah
ngurusin ini terus”
“Lho, kenapa kamu injak-injak? Kalau
kamu bantu kan malah cepat nanti pekerjaannya”
“Ahh, buat apa masang gituan.
Lagian itu rusak kan bisa beli lagi. Kain bendera apanya bentuknya sama aja
kayak kain lap”
“Bukan begitu, harusnya kita
senang dong bisa mengibarkan bendera ini?”
“Gak ah, sama aja rasanya”
“Apa sih susahnya memasang
bendera? Gak ada kan?”
“Gak adalah, gampang itu bu”
“Tapi kalau kamu lihat masa lalu Negara
ini, sejarah Negara ini. Kamu pasti akan tahu susahnya mengibarkan bendera
merah putih yang kamu anggap mirip lap tadi itu”
“Itu kan dulu. Ini nanti kan bisa
di cuci bu”
“Iya, tapi kamu menginjak itu
sama saja kamu tidak menghormati negeri ini. Bendera merah putih itu lambang dari
Negara kita, tanda kalau kita sudah merdeka. Kamu mau kita dijajah kayak dulu?”
“Iya gak papa biar bisa ikut
perang malah seru nanti”
“Terus kalau nanti terbunuh
gimana? Itu seru? Kamu mati ninggalin keluarga kamu itu seru ya?”
“Ya gak sih bu”
“Makanya, jangan merendahkan
bendera ini. Mungkin memang mirip lap tapi lihatlah saat bendera ini berkibar. Bendera
ini sangat gagah. Dulu ibu juga pernah ngajar di suatu tempat di mana di sana
gak ada kain, waktu itu sama 15 Agustus”
“Terus gimana bu?”
“Akhirnya mereka cari cara lain.
Akhirnya mereka bisa mengibarkan bendera merah putih”
“Cara lain? Gimana bu?”
“Ya banyak. Pakai kayu, pakai
kulit, pakai daun mungkin. Mereka berusaha biar bisa mengibarkan bendera itu
pada tanggal 17 Agustus nanti”
“Gitu ya bu”
“Ya udah, benderanya di cuci gih.
Nanti di keringkan, kalau keringnya besok ya dipasang besok gak papa”
“Ya bu, makasih”
“Ya”
Mira merasa senang, mungkin ia
tidak tahu banyak tentang sejarah Negara Indonesia. Setidaknya ia tahu
bagaimana perjuangan para pahlawan untuk memerdekakan Indonesia. Mira
mempelajari sejarah-sejarah itu dari mulut ke mulut,dari membaca, dari
pelajaran yang ia terima dulu saat masih menjadi pelajar. Ia tidak hanya
berdiam dan langsung mengetahui kisah Negara ini. Ia juga tahu kalau Indonesia masih
dijajah walaupun sudah merdeka. Mira bukan hanya seorang mahasiswa biasa yang
belajar tentang mata pelajaran yang ia ampu. Tapi ia juga seorang pejuang yang
akan mempertahankan negeri ini dengan semangatnya. Ia juga sadar tanpa “Merah
Putih” ia tidak akan bisa berjalan sampai di sini.
----------------------SELESAI------------------------
Cerpen Special 17 Agustus HUT RI ke-70. Kisah
fiktif yang insya Allah mengispirasi. Sebenarnya kisah ini aku ambil 60% dari
kisah nyata.
Cerpen ini aku buat hari ini
karena aku bingung ingin menuliskan apa. Saat aku melihat seseorang perempuan
yang sedih sedang mengambil bendera yang terjatuh di bawah tanah. Aku merasa terharu, merasakan sakit di dada dan terdiam saat melihatnya. Aku merasa ingin menceritakan sebuah cerita
tentang perjuangan seseorang yang sangat mencintai Negaranya yaitu Indonesia.
Kisah guru itu juga 60% dari
kisah nyata di mana seorang guru tersebut kesulitan untuk mengajar di sekolah
pelosok. Murid di tempat itu layaknya preman. Mereka semua membawa senjata
tajam di sekolahnya, bahkan ada 2 anak diantara semua murid itu bertengkar
tentu saja guru bingung dan hampir menyerah. Akhirnya sang guru itu memikirkan
suatu cara agar mereka bisa akur kembali dan guru itu berhasil. Guru itu
mengalihkan pertengkaran tersebut ke dalam sebuah permainan sehingga mereka
tidak bertengkar fisik lagi.
Kisah guru berbicara menasehati
muridnya juga dari kisah nyata dimana sang guru menasehati seorang murid yang
terus terdiam. Ia berbeda dengan murid lain. Ia terlihat tidak mau berinteraksi
dengan teman maupun gurunya. Sampai saat di tanya ternyata ia tidak mau belajar
karena menurutnya tidak penting. Akhirnya sang guru menasehati murid itu sampai
akhirnya murid itu benar-benar belajar dengan sungguh-sungguh.
Hampir semuanya nyata. Kisah awal
di mana ada sebuah tempat yang tidak memiliki kain untuk mengibarkan bendera
itu fiktif. Tapi mungkin saja itu nyata, karena Indonesia itu sangatlah luas. Kita
bahkan tidak pernah menengok keluarga kita yang bertempat tinggal di tempat
yang jauh di sana, tanpa listrik, tanpa pengetahuan tentang bahasa kita, bahasa
Indonesia.
Saya harap cerita ini bisa
menginspirasi kita semua. Selamat hari
proklamasi dan selamat ulang tahun Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
ke-70. Semoga nama Negara kita tetap
menjadi Negara Kesatuan dan tidak berubah sampai kapanpun.
http://aditya2004.blogspot.com/2015/08/semangat-merah-putih-spesial-hut-ri-ke.html
BalasHapustragis amat pas kejadian bendera di injak2......
BalasHapusMendramatisir. :D Thank's 4 Comment.
Hapus