Andai Aku Kamu (Salah dianggap benar, benar dianggap salah)



Andai Aku Kamu

“Salah dianggap benar, benar dianggap salah”


 ***

Senja bukanlah tanda akhir dari berhentinya matahari menyinari bumi, tapi senja adalah tanda munculnya sang pemantul cahaya yang akan menggantikan sang mentari. Kadang malam akan lebih mengerikan dibandingkan siang. Akan tetapi malam juga akan terlihat sangat indah dibandingkan siang. Teringat suatu kejadian saat itu, kejadian yang menimpa banyak pihak. Sampai terjadi perpecahan yang terjadi pada pertemanan di antara kami.
Awalnya kami itu satu, kami bagai kuku dengan daging. Suatu ketika aku sedang mengasong dengan temanku di jalan raya. Kami duduk dipinggiran jalan seraya melihat-lihat. Aku mulai bertanya pada temanku.
“Sep, kamu pikir yang kita lakukan ini salah atau tidak?”
“Memang kenapa? Bukankah ini satu-satunya cara agar kita bisa lunasi tunggakan pembayaran?”
“Iya sih. Tapi.. aku pikir mengasong itu salah.”
“Kenapa?”
“Kalau nggak salah, kenapa para pengasong ditangkap satpol pp?”
“Entah.. jangan tanyakan aku atau.. kamu mau cari pekerjaan lain?”
“Iya nih.. ah entahlah. Masih aku pikirkan.”
“Gini fan. Kita mengasong itu lebih baik daripada mengemis. Sudahlah, nanti kita cari kerja yang lain.”
Aku dan Asep mengasong cukup lama, malamnya kami menjadi tukang cuci piring di tempat tertentu. Aku pikir ini masih belum cukup untuk membayar tunggakan spp-ku. Aku pikir apa yang aku hasilkan dapat membantu orang tuaku dalam pembayaran. Akan tetapi aku selalu berpikir untuk membayar itu semua dengan semua kerja kerasku sendiri. Teringat pada suatu hari kami pernah diajak mencopet dengan temanku dan kami menolaknya.
“Irfan.. Asep.. masih di sini-sini aja” sapa Ardan
“Iya nih. Ha ha.”
“Gimana? Mau dapetin uang banyak dengan cepat?”
“Bisa ya?” potong Asep
“Bisa. Ikut aku.”
“Eh eh.. tunggu, kita mau ke mana?” tanyaku
“Nyopet.”
“Maaf, aku nggak ikut. Aku mau lanjutin jualan koran.” Ucapku sambil menundukkan wajah
“Ikut gak sep?” tanya Ardan
“Aduh maaf dan. Aku juga nggak ikut kalau gitu gituan ah.”
“Ah.., kalian itu payah. Nyopet itu gak lebih buruk daripada korupsi yang buat orang-orang di Indonesia jadi miskin. Ingat itu!” seru Ardan dengan nada teriak
Ardan dengan wajah kesal pergi meninggalkan kami. Aku dari kecil sudah diajarkan bahwa kita tidak boleh mencuri, membunuh, apalagi memusuhi orang lain. Aku diajarkan pentingnya hidup ini sampai kita tidak boleh berbuat salah, “Jadilah orang yang baik walaupun akhirnya kamu dibenci oleh orang lain, kamu dimusuhi oleh orang lain. Mungkin balasannya bukan sekarang, tapi Tuhan maha tahu.. tuhan tahu yang mana yang benar dan yang mana yang salah” begitu kata orang tuaku.
Sebulan lagi kami akan menjalankan ujian nasional. Kelasku terlihat cukup aneh. Mereka menggerombol sendiri, aku dan asep langsung keluar karena kami rasa ada yang aneh. Saat seorang temanku lewat aku bertanya kepadanya, “Hei.. tadi ada apa?” Dia menjawab, “Oh.. itu.. biasa mereka. Cari jalan pintas. Ya udah aku ke kantin dulu.” Aku tak habis pikir, ternyata kelas ini pun sama saja sifatnya. Aku bertanya pada Asep.
“Sep, daripada kayak mereka. Bagaimana kalau kita buat kelompok belajar.”
“Ya.. oke sih, tapi masa cuma 2 orang?”
“Hmm.. gini aja, kita cari yang nggak ikutan curang terus kita kumpulin.”
“Yah.. oke deh.”
Aku dan asep langsung mencari orang-orang yang terpisah itu dan mengumpulkannya. Kami berusaha mengumpulkannya dan siap untuk mengadakan belajar bersama. Suatu ketika aku ditawari oleh temanku, “Irfan.. aku beliin kunci ya?” dan aku menjawabnya dengan lantang, “Maaf, aku nggak suka pakai begituan. Aku bergantung sama Tuhan aja lah. Oiya, satu lagi. Aku rasa kamu cuma buang-buang uangmu buat beli begituan. Aku pikir mendingan kamu simpan buat kepentingan esok hari. Saran aja sih.” Dia berkata balik padaku dengan nada marah, “Terserah, kamu itu harusnya mikir kita itu sekolah tiga tahun di sini, kamu mau nilai kamu seadanya gitu?” Aku menjawab pertanyaannya, “Iya kamu benar, tapi aku pikir Tuhan maha adil. Dia pasti akan memberikan sesuatu kalau kamu memberikan sesuatu kepadanya.” Perbincangan kami berhenti dan temanku pergi meninggalkanku.
Sehari menjelang ujian aku berkata kepada mereka, “Besok berangkatnya agak pagi, yang nggak paham nanti kita bantu sama-sama.” Sampai hari menjelang ujianpun kami semua dapat mengerjakannya dengan lancar. Sampai saat ujian selesai kami semua berterima kasih kepada Tuhan karena kami telah diberikan kemudahan. Di sisi lain teman-temanku yang membawa sontekan (kata baku, tidak baku: contekan) malah memarahiku, “Kamu malah memecah kelas ini menjadi dua.” Dan aku hanya diam saja. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, antara diriku dan teman-temanku. Tapi aku pikir ini akan menjadi kisah menarik bagiku. Kisah seseorang yang tidak tahu salah dan benar. Sama halnya dengan Fajar dan Senja, mungkin sulit bagi kita membedakannya jika hanya melihat warna langit tapi lihatlah di mana letak matahari. Maka kalian akan melihat kebenarannya. -#AditDC
 ***

Komentar

  1. http://aditya2004.blogspot.co.id/2016/04/andai-aku-kamu-salah-dianggap-benar.html

    BalasHapus

Posting Komentar

Tulis komentar kamu tentang posting ini !

Postingan populer dari blog ini

Tanpa Judul Eps. 2 (Ini Nyata !)

Not Only in The Games (?) - Eps. 1 (Perempuan Misterius)

Hanya Karya