Setahun yang Lalu

Kisah ini adalah kisah yang fiktif jadi jangan anggap serius. Kisah ini di ambil dari sepotong mimpi yang aku dapat ketika aku sedang terlelap. Aku mimpi kalau aku kembali ke tahun 2016 saat ada yang berkata, “Kembalilah.” Saat aku kebingungan mendapatkan checklist bebas tugas. Saat itu aku kaget saat melihat kakak kelas yang tiba-tiba ada di sekolah ku itu, aku pun bertanya kepada temanku tentang tahunnya dan ternyata benar 2016 dan seterusnya dan seterusnya. Berikut adalah pengembangan dari kisah tersebut. Selamat membaca.

Setahun yang Lalu


Panas terik matahari membuat hari ini terasa begitu lama dan terasa tak nyaman bagiku. Tak pernah ada yang tahu pekerjaan yang tertunda itu akan mengakibatkan suatu masalah yang cukup berat. Hari terakhir ini aku telah menyelesaikan semua tugas sekolah, namun ternyata masih ada satu yang belum terselesaikan. Aku harus mendapatkan semua checklist tugas sebagai bukti untuk mengambil ijazahku nanti. Ya.. hanya satu tugas yang belum terselesaikan, memang tugas itu adalah tugas setahun yang lalu. Aku pikir guru itu akan lupa dengan tugas ini.
Teman-temanku terlihat cukup santai pada hari ini. Aku berjalan terus menerus mencari guru itu yaitu pak Robert. Wali kelasku memberikan batasan waktu penyerahan checklist pada sore ini. Apa boleh buat, aku segera menyelesaikannya. Tak terasa matahari semakin beranjak pergi ke ufuk barat. Aku baru selesai dengan tugasku itu. Memang tugasnya cukup mudah, hanya mencatat semua rumus matematika di kelas 10 saja untuk mempermudah pembelajaran di kelas 12 nanti.
Aku tidak mengerjakannya karena aku rasa tanpa mencatatnya aku bisa karena aku hafal. Kenyataannya kan aku memang bisa menyelesaikan semua ujian dengan cukup baik. Saat itu aku berjalan menuju keluar kelas dan terus bertanya tentang di mana pak Robert. Setiap orang yang aku tanya tidak tahu, aku berjalan menuju seorang guru matematika lain yang aku kenal.
“Bu Nat, maaf. Bu Natalia liat pak Robert gak?”
“Pak Robert? Dia dari tadi pagi sih gak berangkat. Dia juga sempat ngabarin kalau dia sekarang lagi di luar kota. Memangnya ada apa ya?” seketika itu jantungku berdegup cepat
“Saya mau ngumpulin.. tugas akhir pembelajaran pas kelas 11, tahun lalu sih bu..” Bu Natalia pun kaget, “Tahun lalu?” “Bisa dititipin ke ibu gak tugasnya.” Lanjutku
“Dititipin ke saya? Biasanya pak Robert gak ngijinin guru lain buat ambil tugasnya.”
“Lah.. ya udahlah makasih bu.”
Aku pun berjalan menuju ke luar gerbang sekolah, niatnya sih mau ke rumah pak Robert. Aku baru ingat kata dari bu Natalia, ucapannya tadi seolah aku lupa karena rasa takutku. Aku bahkan hampir tak bisa berpikir lagi.
Hari semakin menginjak waktu sore, aku bingung. Aku berhenti duduk di bawah pohon dekat gerbang ke luar sekolahku. Aku duduk menunduk ke bawah melihat buku yang baru saja kutulis. Rasa penyesalanku cukup terasa sekarang. Tak ada yang tahu bagaimana perasaanku saat ini. Sempat ada seseorang yang duduk di sebelahku, dia terdiam dengan membawa buku pula. Aku menoleh ke arahnya.
“Maaf, kamu mau ngumpulin tugas juga?” tanya seseorang misterius di sebelahku
“Iya.. kamu siapa?”
“Kalo kamu mau ngumpuin tugas. Kamu harus kembali!”
“Maksudnya?”
Dia pun memegang pundakku. Aku merasa cukup aneh saat itu. Aku pun bergegas pergi kembali menuju ruang kelasku. Saat aku kembali ke sana aku merasa ada yang berubah dengan keadaan di sini. Memang tidak ada yang aneh dengan ruangan ini, namun aku merasa seperti sedang terjadi de javu. Semua temanku seketika sedang menyelesaikan tugas yang baru saja aku selesaikan.
“Ka, ngerjain tugasnya pak Robert?”
“Iya, kamu gak ngerjain? Dia lebih nakutin dari guru lain kata orang-orang.” Ujar Dika
“Aku udah ngerjain tadi, kan aku minjem buku kamu? Masa lupa?”
“Kapan? Bukannya tugasnya baru kemarin ya?” Dika bingung dengan ucapanku
“Mau kumpulin kapan?”
“Nanti sore paling. Kamu beneran udah selesai?”
“Udah, kan udah kubilang kalau aku minjem buku kamu.”
“Masa sih? Perasaanmu aja ah.. dari tadi aku lihat kamu keluar. Masa tiba-tiba kamu bilang kalau kamu minjem punyaku? Udah, kalo kamu mau nitip kumpulin.. kasihin aku saja.”
Aku cukup heran dengan ucapannya. Aku pun menitipkan bukuku pada Dika, aku pun berjalan keluar kelas karena cukup heran. Aku kembali ke pohon dekat gerbang di mana sebelumnya aku bertemu dengan seorang misterius itu. Saat aku sampai di sana semuanya seakan berubah. Aku bahkan melihat kakak kelas yang baru saja lulus tahun kemarin. Dia adalah kakak kelas yang aku sukai, aku berkenalan dengannya sehari sebelum dia lulus dari sekolah ini.
Aku pun duduk di bawah pohon itu. Aku berpikir kalau aku berada pada tahun 2016, lebih tepatnya pada akhir semester gasal. Aku mengambil ponsel yang berada di sakuku. Waktu menunjukkan pukul 2.30 atau 30 menit setelah kejadian tadi. Tahunnya pun masih sama 2017. Perlahan aku mulai bertanya dalam pikirku, “Jika aku melakukan suatu hal di sini apakah di tahun 2017 saat aku kembali semuanya akan berubah?” Perasaanku sangat bimbang, aku masih berpikir kalau apa yang aku lihat itu salah. “Mungkin kakak kelas lagi ngunjungin sekolah.” Pikirku.
Kembali aku berjalan, kali ini aku melihat gerombolan temanku sedang berjalan menuju ke kantin. Aku mendekati seorang teman baikku namanya Hendra, perahan aku berjalan di sampingnya dan memanggilnya. Dia kebingungan dengan tingkahku, awalnya dia menghiraukanku.
“Kenapa sih lih?” tanya Hendra padaku dengan wajah yang sinis
“Eh.. sekarang tahun berapa sih? Aku lupa. 2015.. em.. dua ribu berapa ya..” aku pura-pura bingung
“2016 kali. Gak sabar liburan ya, sampe lupa tahun segala.”
“Eh ndra, aku mau kasih tahu sesuatu tapi rahasia ya.”
Perlahan kami memisah dari gerombolan teman-temanku yang lain.
“Masalah Kak Ines? Udah kenalan belom? Bentar lagi lulus lo lih?”
“Bukan itu.. tapi itu udah kupikirin sih..” Hendra memotong perkataanku “Terus masalah apa?”
“Sebenernya aku.. apa ya.. aku itu kembali setahun.”
“Maksudnya apa lih? Kembali setahun lebih muda?”
“Gaaakkk!!!” potongku
“Terus apa? Makanya ngomong!”
“Aku sebenarnya dari tahun 2017, aku balik ke tahun ini gak tahu gimana.”
“Wah.. bohong. Apa buktinya?”
“Aku gak bisa buktiin sekarang. Eh.. sebentar.”
Aku mengingat sesuatu, aku baru saja ingat kalau waktu pada ponselku sama sekali tidak berubah. Aku pun mengambil ponsel yang berada pada saku celanaku. Hendra agak bingung denganku, “Ndra.. lihat ini.” Aku menunjukkan tahun yang tertera pada ponselku. Awalnya Hendra kaget, dia juga berpikir kalau tahun pada ponsel bisa diubah oleh siapa saja. Dia pun menyamakan tanggal dan jam yang ternyata memang sama hanya beda tahunnya saja. Hendra semakin tidak percaya denganku.
“Ah.. aku juga bisa kalo kayak gitu mah..” ejek Hendra
“Eh, aku gak punya bukti lain selain ini. Yang terpenting sekarang itu.. gimana caraku biar bisa balik ke 2017.”
“Lih, mending kamu pulang deh! Udah.. udah.. aku mau kumpul sama temen-temen dulu.”
Hendra meninggalkanku sendirian. Aku terdiam berdiri di persimpangan jalan ini, seketika kak Ines lewat di hadapanku. Aku baru ingat kalau aku punya kontaknya di ponselku.
“Kak Ines.. kamu Kak Ines kan?” tiba-tiba aku jadi gugup saat memanggilnya
“Iya, kamu siapa?”
“Aku Galih, kelas 12 eh.. 11 maksudnya.”
“Oh ya.. Ada apa kok manggil?”
“Aku mau kasih tahu sesuatu, tapi jangan bilang siapa-siapa ya.”
“Serius amat, ada apa sih?”
“Aku pernah minta nomer ponselnya kakak gak?”
“Gak” jawabnya dengan cepat
“Pernah hubungin kakak gak?”
“Gak.”
“Siapa saja yang tahu nomer ponsel kakak?”
“Yang mana dulu nih? Nomerku ada dua. Kalau nomer yang umum sih semua orang tahu kayaknya. Kalo nomer pribadi paling cuma guru, orang tua, sama teman aja.”
“Waduh.” Ucapku dalam hati. Aku takut kalau nomor yang ada pada ponselku itu nomornya yang umum karena jika benar maka aku tidak bisa membuktikan kalau aku benar-benar dari tahun 2017.
“Kamu punya nomerku ya?” tanya kak Ines dengan wajah agak bingung
“Iya sih..” Aku perlahan mencari nomornya di ponsel yang sedang aku pengang, “Ini!”
Dia pun melihat nomor yang aku tunjukkan, dia terlihat kaget. Aku merasa kalau nomor yang aku punya adalah nomor pribadinya. Dia pun memandangku dengan wajah aneh seakan curiga denganku.
“Kamu.. dapet dari mana?”
“Aku minta sama kamu.”
“Minta.. sama aku? Kapan?”
“Ehm.. Susah jelasinnya. Kurang lebih sehari setelah hari ini.”
“Kamu aneh.. maksudnya kamu dari masa depan gitu?” Kali ini kak Ines terlihat benar-benar bingung
“Sebenarnya aku mau bilang itu tadi.”
“Terus, kok kamu bisa sampai ke sini? Maksudnya.. balik ke sini? Emangnya kamu balik dari sehari yang lalu gitu atau gimana?”
“Aku sebenernya dari tahun 2017. Aku juga kaget waktu ada di sini, aku kira tadi kamu lagi ngunjungin sekolah. Tapi.. masa ngunjungin sekolah pakai seragam sekolah. Aku udah ngomong sama temenku masalah ini tapi dia gak percaya.”
“Aku juga gak percaya dek. Kok bisa? Terus gimana caranya kamu kesini? Gimana caranya kamu balik?”
“Nah itu.. aku juga gak tahu.”
“Lah gimana? Aku juga gak tahu. Terus aku bisa ngasih kamu nomerku itu gara-gara apa ya?”
“Eh.. itu. Nanti tahu sendiri lah. Kayaknya aku gak bisa jelasin deh.”
“Ya udah, mending kamu pulang. Coba kamu inget-inget lagi.”
“Ya udahlah. Makasih kak.”
Kak Ines pun pergi, namun dia masih terlihat kebingungan. Aku pun berjalan mengambil tasku yang berada di dalam kelas. Jam menunjukkan pukul 3.30 sore. Tak terasa satu jam telah berlalu, aku pun membuka tasku. Anehnya semua barang yang aku bawa adalah barang yang aku bawa pada tahun 2017. Aku berlari ke luar kelas menuju ke pohon dekat gerbang sekolahku. Aku melihat beberapa anak pulang dari sekolah. Aku sebenarnya ingin kembali bertanya, tapi aku takut kalau mereka tidak percaya. Seorang temanku Jerry menepuk pundakku dari belakang.
“Bro, pulang yuk. Barengan.”
“Iya ini mau pulang.”
Aku dan Jerry berjalan melewati gerbang, di tengah perjalanan mulutku gatal rasanya ingin sekali menanyakan masalahku. Aku mencari waktu yang tepat untuk bertanya, sampai pada akhirnya aku benar-benar tidak sanggup menahan rasa penasaranku.
“Bro, ini tahun berapa?”
“2017. Kenapa?”
“Apa? Kok bisa?”
“Lu kenapa? Kayak ada yang aneh gitu. Oh iya, gue inget banget waktu kelas 11. Gue kira lu itu gak bakal ngerjain tugasnya pak Robert. Ternyata elu udah selesai duluan, dititipin ke Dika. Hebat lu bisa lebih cepet ngerjainnya daripada si pinter itu.” Ucap Jerry dengan tawa kecil
“Sebenernya aku.. ah, udahlah. Itu kan masa lalu. Cuma bisa kita kenang doang. Tapi memang pak Robert itu nakutin. Ha ha ha.. makanya aku ngerjain duluan.”
Kami berdua berjalan sambil mengobrol sampai pada rumah kami masing-masing. Sampai di rumah, aku duduk di kursi pada meja belajarku. Aku membuka lembaran demi lembaran buku yang ada. Aku baru ingat bukuku yang dibawa Dika itu. Aku sempat menelepon Dika, namun dia bilang sudah dikembalikan dan itu sudah lama. Aku membuka lemari lamaku, kagetnya aku saat menemukan bukuku itu. Aku juga mengambil lembar checklistku namun memang aku belum mendapat tanda tangan dari pak Robert. Saat itu aku menelepon wali kelasku. Aku meminta maaf karena tidak mengumpulkan checklist ini sore tadi karena kurangnya satu tanda tangan. Wali kelasku pun tidak mempermasalahkannya karena dia sudah mendapat bukti bahwa tidak ada nilai kosong pada mata pelajaranku di kelas 11 lalu.
Sungguh hari ini adalah hari yang sangat aneh. Aku bahkan tidak menyangka kalau aku benar-benar kembali ke satu tahun yang lalu hanya untuk mengumpulkan satu tugas itu. Bahkan aku tidak tahu siapa yang telah membantuku saat itu. Namun aku sangat bersyukur karena bisa menyelesaikan semuanya dengan baik. Aku sebenarnya tidak ingin semua ini terjadi, aku takut akan adanya perubahan di tahun ini.. tahun 2017. Mungkin yang terpenting sekarang adalah aku bisa lulus dan mengambil ijazah sekolahku nanti. #SetahunyangLalu

Terima kasih telah membaca. #AditDC

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tanpa Judul Eps. 2 (Ini Nyata !)

Andai Aku Kamu (Ada Mentari di Balik Mendung)

Arti dan Teori Cinta