Tanpa Judul Eps. 2 (Ini Nyata !)
Hari-hari berlalu terlalu
cepat, aku dan Shania sekarang menjadi teman dekat. Jujur saja, aku tak pernah
memiliki teman seperti dia. Kadang aku merasa dirinya sama seperti diriku. Aku hampir
setiap hari mampir ke rumahnya untuk belajar, karena aku paling tidak bisa
dalam pelajaran. Aku terus diajari sampai seperti sekarang, kadang aku juga
tidak tahu bagaimana cara mengucapkan terima kasih kepadanya. Setiap kali aku
ke rumahnya, ayahnya benar-benar tidak ada di rumah. Padahal, waktu itu adalah
malam hari. Tepatnya, saat aku suruh dia untuk mengajariku pelajaran FISIKA.
“Shan, boleh ajarin lagi gak
?”
“Boleh, sini masuk”
“Makasih”
“Ya”
“Ayah kamu ada ?”
“Ya, kamu kan tahu sendiri. Hampir
setiap hari kamu datang ke sini”
“Ya sih, sebenarnya ayah
kamu sekarang ada di kota ini ya ?”
“Aku juga gak tahu, eh ayo
mana yang susah”
Dia memotong pembicaraanku,
apakah kalian tahu rasanya saat dia bilang seperti itu ? Jantung ini terasa
berhenti, aku hampir meneteskan air mata. Mungkin pasti berpikiran yang
tidak-tidak tentang ayahnya, tapi itu memang patut di curigakan. Aku pernah
bertanya padanya “Kapan terakhir kamu melihat ayahmu ?”, dia menjawab “Saat aku
dipindahkan di sekolah itu”. Aku sampai merasakan sendiri sakitnya saat dia
bercerita, aku hanya bisa mendengarkan dan menahan turunnya air mataku.
Shania menginginkan memiliki
ayah yang sama seperti orang lainnya, seperti teman-temannya yang selalu ada di
sampingnya, selalu ada bersamanya di saat apapun.
“Vin, aku seneng banget bisa
berteman ama kamu. Kalau aku gak kenal ama kamu aku pasti gak akan selalu bisa
ketemu kamu terus kayak gini”
“Iya, bukannya begitu. Tapi,
setiap kali aku mendengarkan ceritamu. Jujur, aku tersentuh pas dengar ceritamu
itu. Aku sebenarnya bisa ngerjain soal ini, tapi aku cuma ingin menemani kamu
saat ayahmu gak ada di sini. Itulah alasan kenapa aku selalu menanyakan tentang
ayahmu”
“Aku juga tahu kok, aku
tulis semuanya di buku harianku”
“Ya, gak papa. Aku cuma mau
nemenin kamu pas ayahmu gak ada di rumahmu”
“Udahlah, gak usah
dipikirin. Kamu masih buat komik ?”
“Masih !”
“Boleh lihat gak ?”
“Gak ! Maksudnya, jangan
dulu. Belum jadi, nanti kalau udah jadi aku kasih tahu”
“Ya udah deh, judulnya apa ?”
“Gak tahu, masih
mikir-mikir. Ceritanya juga belum selesai”
“Ya udah, kamu gak pulang ?”
“Kamu ngusir ya ? ya udah,
ya udah”
“Eh, gak maksudku. Ini udah
malam, sana pulang. Kasihan orang tuamu di rumah nungguin kamu”
“Iya, Iya. Aku pulang dulu,
dah”
“dah”
Pada saat aku bersepeda
melewati jalan yang biasanya, Shania masih saja lewat jalan yang sama
sepertiku. Wajahnya selalu ceria walaupun dia tidak selalu melihat ayahnya. Mungkin
di balik senyuman itu, dia memendam kesedihan yang mendalam. Dia mencoba
menutupi kesedihan dengan sesuatu yang menyenangkan, dia terus mencobanya walau
gagal sekalipun. Beberapa halaman lagi komik ini selesai. Tapi aku masih saja
tidak bisa memberikan judulnya atau aku harus mengosongi judulnya saat di
terbitkan. Baiklah, aku akan menyelesaikannya sekarang juga.
“Shan, aku mau selesaikan
komiknya sekarang”
“Aku ikut ya !”
“Gak ah !”
“Ih, kan kamu udah aku bantu
ngerjain tugas !”
“Ya udah deh, emangnya kamu
mau ke rumahku ?”
“Ya gak papa”
Aku sebenarnya tidak mau dia
ikut, tapi mau bagaimana lagi. Ini adalah terakhir kalinya aku membuat komik,
aku berharap komik ini bisa membuat para pembaca senang. Mungkin saja jika ada
Shania di sampingku aku bisa menentukan judul dari komik ini atau malah
sebaliknya.
***
Sepulang sekolah, aku
menunggu Shania di depan rumahnya. Shania menyuruhku menunggu, padahal aku
malas menunggu. Ternyata dia malah membonceng, aku langsung mengayuh sepedaku kea
rah rumahku. Entah mengapa Shania memegangku sangat erat, itu membuat kakiku
berhenti mengayuh. Akhirnya kami sampai di rumahku.
“Ini rumahmu vin ?”
“Iya, udah ku bilang !”
“Bagus !”
“Ya udah masuk”
“Ya, Permisi !”
“Gak ada orang di rumah”
“Kok bisa ? Katanya ada
orang tuamu ?”
“Ada, tapi sekarang lagi gak
di rumah. Aku suruh jaga rumah”
“Oh, mana komiknya ?”
“Udah ku bilang, jangan
dilihat dulu. Belum jadi tahu !”
“…”
“Duduk sana”
Shania duduk di depan meja
tempat ku membuat komikku, aku meletakan kertas yang telah aku gambar. Jangan salah,
aku juga sudah menulis dialog antar tokohnya. Yang jelas disini terdapat 2
tokoh dengan satu tokoh utama. Kisah cinta antara dua orang, dimana sang
laki-laki menyukai perempuan dalam tokoh itu. Saat Shania membacanya, dia
terdiam dan bertanya kepadaku.
“Ini ? Nyata ?”
“Iya” sambil menggambar
halaman terakhir
“Kenapa ?”
“Karena itu memang benar,
sang laki-laki ingin menjaga sang perempuan”
“Tapi, ceritanya kok ….”
“Iya, emang kayak gitu
ceritanya”
“Ini kan ! Cerita ….”
“Udahlah, kan udah ku bilang
gak usah dibaca dulu. Ini belum jadi”
“Ini beneran ?” Semakin
bingung
“Beneran, itu ceritanya. Ini
bagian terakhirnya selesai” Sambil memberikan kertas bagian terakhir
Shania meneteskan air mata,
entah itu air mata bahagia atau air mata kesedihan. Aku rasa itu air mata
kesedihan.
“Makasih vin”
“Kenapa ? Kok malah terima
kasih ?”
“…. Aku gak bisa ngomong
apa-apa lagi”
“Itu semua kisah nyata,
kecuali bagian terakhirnya. Dimana ayahmu kembali dari pekerjaannya dan
memelukmu, dia menangis dan berkata padamu “Aku tidak akan lagi meninggalkanmu”.
Kamu juga menangis. Aku berharap ini menjadi kenyataan”
“Di bagian terakhir kamu
juga pergi. Kenapa pergi ?”
“Karena sebenarnya aku suka
ama kamu. Aku selalu datang ke rumahmu setiap ayahmu sedang gak ada. Di dalam
cerita ayahmu sudah pulang, jadi aku juga pergi”
“Aku juga suka ama kamu. Cuma
kamu yang bisa ngerti keadaanku. Semua ceritamu benar, aku selalu menutup
kesedihanku dengan kesenangan. Sebelum ketemu kamu, aku selalu terasa sedih. Aku
juga tahu kalau kamu itu adalah Kevin, aku pura-pura tidak tahu. Di dalam
ceritamu juga benar. Apakah akhir ceritamu ini juga benar”
“Jika tuhan menghendaki
kenapa tidak ?”
“Walaupun ini cuma sekedar
cerita, tapi aku merasa ini kenyataan, terima kasih”
“Gak, gak, Terima Kasih
Banyak, baru kali ini aku merasa senang punya teman kayak kamu”
“Aku gak mau berpisah ama
kamu”
Shania memelukku, air
matanya terus keluar. Aku tidak bisa apa-apa
“Sudahlah, kita pasti
berpisah suatu hari nanti. Mau ku antarkan pulang ? Bisa saja kisah ini benar”
“Tapi jika aku pindah sekolah
lagi, aku tidak akan pernah bisa ketemu orang kayak kamu lagi”
“Omong kosong, orang yang
memiliki sifat sepertiku ada banyak di dunia ini. Mungkin aku selalu ada
untukmu karena aku memang suka ama kamu”
“Ayo pulang”
“Ayo, jangan nangis. Aku jadi
susah ngasih judul komiknya”
Aku mengantarkan Shania
pulang, aku melihat ada mobil hitam di depan rumahnya. Shania berkata “Ayah”. Dia
turun dari sepedaku lalu berlari ke arah rumahnya. Ayahnya keluar dari pintu
rumah dan langsung memeluk Shania, mereka berdua meneteskan air mata. Baiklah,
aku rasa aku sudah cukup ada disini. Sebaiknya aku pulang, sama seperti jalan
cerita yang aku buat.
“Kevin !”
Aku berhenti berjalan saat
mendengar suara itu. Dia berlari ke arahku dan lagi-lagi dia memelukku.
“Terima kasih, aku gak tahu
kalau kisah yang kamu tulis benar-benar nyata”
“Mungkin hanya kebetulan”
“Kevin” Ayah Shania
“Iya !”
“Kemarin kan yang ngirim surat
dari kantor pos ke kantor saya kamu”
“Maaf, Saya ikut merasa
sedih setiap kali ada di hadapannya maupun berbicara dengannya. Saya sampai
membayangkan jika ayah saya tidak pernah pulang, saya cuma berharap di surat
itu. Saya juga berpikir kalau surat itu gagal, aku bisa membuat senang Shania. Tapi
ternyata dia malah menangis. Maaf ya !”
“Makasih ya nak udah jagain
Shania”
“Ah, gak papa. Tolong, Shania
juga ingin seperti anak lainnya. Ya, ia menginginkan ayahnya selalu ada di
sampingnya”
“Ya, tentu”
“Shania ! Aku pulang dulu,
baca ya komik terakhirku”
“Ya” Shania
Keesokan harinya, aku
langsung memberikan komikku ke penerbit. Beberapa minggu kemudian komikku di
terbitkan. Aku di kabarkan pembelian komiknya cukup banyak, aku merasa senang. Mungkin
ini karena judulnya. Ini adalah komik dengan judul “Tanpa Judul”. Yang
mengkisahkan diriku dengan siswi pindahan. Walau namanya aku rubah, ceritanya
hampir sama persis. Sejak setelah itu Shania tidak lagi pindah sekolah. Yang
membuatku senang adalah dia kali ini benar-benar menampakkan rasa senang dalam
wajahnya tanpa memendam rasa sedih.
-END-
Kisah
Selanjutnya adalah Kisah Film yang aku buat untuk kelasku
Judul masih di rahasiakan.
Genre
: Drama, Comedy, Romance
http://aditya2004.blogspot.com/2015/01/tanpa-judul-eps-2.html
BalasHapus