Namida (Air Mata) Eps. 1 (Pertemuan dan Perpisahan)
Setiap
ada pertemuan pasti ada perpisahan. Keduanya tidak bisa dipisahkan, sama seperti
aku dan seseorang. Aku dan dia seperti panas dan dingin. Mungkin aku salah,
kami tidak bisa menyatu mungkin atau memang aku saja yang tidak berani berbicara
dengannya. Setiap kali dia berada di hadapanku ataupun di sebelahku aku
langsung tak bisa berkata-kata. Memanggilnya saja aku tak mampu, aku rasa kami
berdua memang tidak bisa bersatu. Tiap kali itu terjadi aku selalu merasa menyesal
akan perbuatanku ini. Mau bagaimana lagi, aku terasa seperti tak bisa apa-apa
jika dia berada di dekatku.
Aku
mengenal dirinya, dia adalah Namira. Aku tidak tahu apakah dia mengenalku atau
tidak, tapi sepertinya tidak. Entah mengapa dia selalu diam saat di dalam bus
walaupun di sebelahnya ada temannya sendiri. Ujian kelulusan 1 hari lagi, ujian
ini yang menentukan kelulusanku. Aku ingin nilaiku lebih tinggi atau dibawahnya
dia. Aku ingin dia membaca namaku di papan pengumuman itu. Aku sangat
menyukainya, sedangkan dia entah. Dirinya terus terbayang di pikiranku.
Kali
ini aku berangkat seperti biasa dan aku melihat Namira masuk ke dalan bus ini.
Aku terus memandanginya. Akan tetapi dia tetap tak acuh seperti biasa, aku
terus memandangnya. Aku rasa mengaguminya saja sudah cukup. Bus akhirnya
berhenti di depan gerbang sekolah. Kami berdua turun dan aku masih memandanginya.
Dia bahkan tak acuh dengan orang di sekitarnya. Dia menatap lurus ke depan.
Sayang sekali, aku tak lagi bisa menatapnya. Aku berhenti memandangnya saat kami
berada di dua jalur yang berbeda. Aku berjalan lurus dan dia berjalan ke kiri.
Aku berharap, aku bisa melihatnya lagi sepulang sekolah dan aku ingin berbicara
dengannya bagaimanapun keadaannya.
Terus
dan terus terbayang, aku terus memikirkannya di dalam kelas. Saat itu masih
dalam pelajaran, aku dimarahi guruku karena aku tidak seperti biasanya. Aku
hanya diam saat mendengar perkataan dari guruku. Aku menunggu jam pulang sekolah,
aku berharap agar aku bisa bertemu dengannya hari ini mungkin yang terakhir
kalinya. Aku ingin berbicara dengannya dan berkenalan dengannya. Semakin aku
berpikir tentangnya semakin kosong pikiranku. Ini tidak akan bisa membuatku
lulus, aku harus mencoba untuk melupakannya sebentar dan fokus dalam belajar
menjelang ujian ini.
Bel
pulang akhirnya berbunyi, sekarang aku dan beberapa temanku pergi keluar
sekolah. Dia sedikit bertanya-tanya padaku saat kami sedang berjalan ke bus
antar-jemput sekolah.
“Hai
Frans!” Tio
“Ada
apa sih ?”
“Gak
papa, kenapa sih tadi kamu gak kayak biasanya. Teman-teman pada bingung tuh
tadi”
“Sehari
berubah gak boleh ya?”
“Ya
bukan begitu juga kali, kamu kayak lagi mikirin orang”
“Sebenarnya
aku lagi mikirin Namira anak kelas XII-2 itu”
“Oh,
dia. Wah bisa suka ama orang juga kamu”
“Aku
normal tahu. Memangnya kamu kenal dia ?”
“Gak
juga sih, siapa coba yang gak tahu dia. Dia pintar bro, tapi kata orang-orang
sih dia lagi dekat ama Dani teman sekelasnya”
“Masa
sih ?”
“Aku
ya gak tahu, kan aku udah bilang. Kata teman-teman”
“Udah
ah, aku mau ngomong ama dia untuk yang terakhir kalinya”
“Ya,
semoga berhasil”
Kami
telah sampai di dalam bus, aku mencoba mencarinya tapi dia tidak ada. Entah peruntunganku
yang kurang atau memang sudah pulang dari tadi atau dia malah pulang terakhir. Sepertinya
rencanaku kali ini akan gagal. Padahal aku ingin sekali berbicara dengannya. Sudahlah
besok senin ujian sudah dimulai sebaiknya aku berkonsentrasi dengan ujian hari
esok.
***
Ujian
kelulusan dimulai. Aku yakin dengan usahaku ini aku bisa lulus dan aku bisa
diperhatikan olehnya. Tapi entah mengapa saat ujian ini aku tidak pernah
melihatnya, baik di bus maupun di jalan sekolah. Walau bagaimanapun dia itu
orang yang serius, mungkin saja dia berangkat di antar orang tuanya agar ia
lebih bisa fokus dalam ujian hari pertama ini. Aku rasa aku tidak akan bertemu
dengannya selama ujian ini berlangsung. Setidaknya aku bisa bertemu dengannya
saat pengumuman kelulusan diumumkan.
Sepertinya
dugaanku benar, setelah ujian kelulusan ini selesai. Aku harus menyelesaikan
ujian praktik dan kali ini aku sama sekali tidak melihatnya. Aku rasa dia
sangat sibuk, sampai-sampai aku tidak pernah melihatnya lagi. Padahal
pengumuman kelulusan masih beberapa minggu lagi. Kami harus menyelesaikan ujian
praktik ini. Apa yang akan Namira lakukan dalam ujian ini ya ? Aku bahkan tidak
tahu apakah dia serius atau tidak. Aku kadang berpikir kalau dia itu sakit
sehingga dia tidak berangkat ke sekolah. Sudah dua minggu ini aku tidak
melihatnya.
Sebenarnya
aku ingin bertanya dimana alamat rumahnya pada temanku, tapi sebaiknya aku
tidak bertanya. Kalau dia tidak apa-apa dan aku kerumahnya, mungkin itu akan
mengganggunya. Aku tidak ingin mengganggunya. Aku akan terus fokus dalam ujian
yang terus berlangsung ini. Bagaimanapun caranya namaku harus berada di atas
ataupun dibawah namanya. Aku tidak mau namaku jauh dibawah namanya. Aku juga
berpikir kalau namaku tetap akan diacuhkan.
Pengumuman
kelulusan akhirnya diumumkan. Sangat ramai sekali yang berada di depan papan
pengumuman ini. Aku sampai tidak bisa melihat apapun kecuali kumpulan orang.
Aku terus menunggu, sepertinya aku tidak melihat namira disini. Aku menunggu
dan terus menunggu, akhirnya kumpulan orang itu meninggalkan papan pengumuman
sedikit demi sedikit. Aku maju kedepan dan mencari namaku disana, tidak aku
bukan mencari namaku. Lebih tepatnya aku mencari nama Namira, aku berharap dia
ikut ujian karena sebelumnya dia tidak pernah aku lihat. Untuk menghilangkan
rasa penasaranku aku terus mencarinya. Dia tidak ada di pertama, aku terus
mencarinya.
Setelah
beberapa lama akhirnya aku menemukan namanya. Aku terlalu cepat melihatnya jadi
aku sedikit terlewat. Dia berada di urutan 12 dan sepertinya aku tidak berada
diatas maupun dibawahnya. Secara tiba-tiba ada seseorang dibelakangku. Dia menepuk
pundakku dan berkata “Kamu ada di urutan 24”. Aku langsung menoleh kebelakang.
“Eh
..”
“Kamu
di urutan 24”
“Kamu
Namira kan ?”
“Iya,
aku pikir kamu gak seburuk yang mereka pikirkan”
“Kamu..
tahu aku ?”
“Siapa
coba yang gak tahu kamu ? Banyak guru sering bicarain kamu di kelasku. Tapi
satu hari sebelum ujian katanya kamu berubah. Kamu menjadi pendiam dan seperti
tidak memperhatikan pelajaran.”
“Maaf,
sebenarnya saat itu aku sedang mikirin ..”
“Mikirin
apa ?”
“Maaf
nih ya, sebenarnya aku suka kamu. Walaupun kita tidak saling kenal, aku sangat
mengagumimu. Aku terus memikirkanmu, aku tidak bertemu kamu lagi saat ujian. Aku
kira kamu sedang sakit atau sedang ada masalah. Aku berniat untuk pergi ke
rumahmu tapi aku tidak mau mengganggumu. Aku kira saat itu adalah hari
terakhirku melihatmu”
“Ha
ha, Sebenarnya saat itu aku berangkat bareng orang tuaku. Katanya sih biar
fokus. Aku tahu kamu itu saat aku berdiri disebelahmu maupun didepanmu. Aku terus
memperhatikanmu dan aku rasa tidak ada yang tahu karena aku memerintahkan Dani
untuk mencari informasimu dan melihat apa yang kau lakukan”
“Jadi
… begitu”
“Ya,
udah sore nih. Kamu gak pulang ?”
“Ya,
aku rasa ini hari terakhir kita bertemu. Bukan, hari terakhir kita bertemu
mungkin saat pengambilan ijazah”
“Semoga
kita bisa bertemu di jenjang yang lebih tinggi”
“Aku
rasa begitu. Aku tidak akan melupakanmu … Namira”
“Aku
juga tidak akan pernah melupakanmu Frans”
“Selamat
tinggal”
Akhirnya
kami berdua berpisah dan saling mengucapkan selamat tinggal. Itu kata-kata
terakhirku sebelum kita berdua benar-benar berpisah. Kita berdua akhirnya
berpisah di dua jalur yang berbeda. Tapi aku yakin aku akan bertemu dengannya
lagi suatu hari nanti. Namira, nama yang tidak akan pernah aku lupakan dan
Namida (Air mata), adalah satu-satunya tanda perpisahan ini. Aku selalu percaya
kalau perpisahan ini bukanlah sebuah akhir dari pertemuan kita. Tapi awal dari
pertemuan kita. Pasti kita akan berjumpa suatu hari nanti. Selamat tinggal
Namira, aku akan selalu mengingatmu.
***
Lanjutan Namida (Air Mata) Eps. 2 hanya di #AditDC
http://aditya2004.blogspot.com/2015/05/Namida-Air-Mata-Eps-1.html
BalasHapus