Namida (Air Mata) Eps. 2 (Air Mata Harapan)



Namida  (Air Mata) Eps. 2 (Air Mata Harapan)



 
    Sudah sangat lama aku tidak bertemu dengannya. Aku juga tidak menyangka bisa masuk ke universitas yang katanya favorit di daerahku. Aku sangat berharap bisa jadi orang yang berguna disini. Aku masuk jurusan sastra dan aku masuk ke jurusan itu karena kemauanku sendiri. Sudah lama juga aku tidak melihat seorang Namira lagi. Bahkan aku juga tidak tahu apakah dia suka kepadaku atau tidak. Dia bahkan tidak mengatakan yang berkaitan dengan itu saat terakhir kami bertemu. Mahasiswa disini baik-baik, aku punya satu teman dari jurusan seni. Entah seni apa tapi aku rasa itu bagus. Banyak juga temanku dari jurusan lain. Dari dulu sebenarnya aku ingin sekali masuk jurisan seni tapi mau bagaimana lagi, nilai tertinggiku ada di bahasa Indonesia. Aku berniat belajar lagi dengan mengambil jurusan sastra.
   Pernah suatu hari aku ditanya temanku .
"Lho, kamu masuk jurusan sastra frans?"
"Ya, lagi cinta ama negara ini"
"Apaan? Gaya banget"
"Haha becanda. Gak tahu nih lagi pengen aja ngambil sastra"
   Aku berharap bisa menjadi orang yang berguna. Beberapa hari aku masuk kuliah, aku diberi tugas untuk membuat cerpen. Aku ingat dulu aku pernah membuatnya sekali, bukan aku yang membuatnya maksudku temanku yang membuat cerpen itu.
   Aku mencoba mencari inspirasi dengan berjalan di sekitar rumahku tapi aku tidak menemukannya. Bagaimana dengan masa laluku. Aku rasa aku bisa memodif masa laluku sedikit agar menjadi fiktif, tapi aku juga butuh beberapa inspirasi. Aku mencoba berjalan-jalan sedikit mumpung hari minggu.  Ternyata mencari inspirasi itu sangat sulit. Kalau aku mengarang cerita tanpa dasar yang jelas nanti dibilang tidak masuk akal. Kenapa ya, rasanya aku ingin sekali melihat Namira. Aku berharap aku bisa bertemu di SMA ku dulu hari ini.
   Aku berangkat ke SMA dan sampai disini aku melihat banyak orang. Sepertinya ada reuni tapi kenapa aku tidak diundang. Aku masuk melewati gerbang sekolah dan bertanya pada satpam yang biasanya disana.
"Misi pak, ada reuni ya pak?"
"Iya, kamu temannya Tio kan?"
"Iya, lho Tio ada disini ya pak?"
"Kata Tio kamu susah dihubungi jadi ya.. mau gimana lagi"
"Ya udah gak papa. Sekarang Tio dimana?"
"Ada di Lapangan mungkin kalo gak ada paling di Aula"
"Ya udah makasih pak"
"Iya"
   Aku bergegas berjalan menuju ke lapangan dan ternyata Tio ada disana. Aku langsung menyapa dan berlari mendekatinya.
"Hai Frans"
"Kata yang sama"
"Haha jadi ingat masa lalu"
"..."
"Gimana? Udah ama Namira? Atau yang lebih dari dia?"
"Udah ah. Lagian sebenarnya aku kesini cuma cari inspirasi buat cerpenku"
"Gaya amat lo, pasti sastra. Haha"
"Gak lucu"
"Eh, tuh ada Namira. Aku juga undang dia"
"Mana?" menengok
"Di Aula lah, ngapain cari disini"
"Aku ke Aula dulu ya"
"Oke"
   Aku berjalan menuju aula. Sesampainya disana aku hampir tidak melihat Namira. Sangat ramai sekali disini. Sampai fokus ke suara satu orang saja tidak bisa. Ini bukan seperti pasar tapi seperti tempat rapat. Semua meja tertata rapi, lantai bersih seperti biasanya. Masing-masing memiliki meja sendiri untuk mengobrol. Entah ini masing-masing kelas atau bagaimana. Pertama kali masuk aku kira ini perlombaan tapi ternyata bukan.
   Terus dan terus berjalan. Sampai-sampai aku dilihat oleh beberapa orang dan seorang OSIS bertanya padaku.
"Ada apa mas?"
"Aku nyari orang"
"Siapa? Kenapa gak cari tempat duduk dan memanggilnya?"
"Emang bisa?"
"Kalau orangnya disini, di Aula bisa"
"Apa gak ada cara alternatif buat manggil kayak menekan tombol atau kamu yang manggilin gitu"
"Disini cara memanggilnya itu dengan menekan tombol di meja. Setiap meja disediakan monitor dan keyboard. Seperti konsep chat, kamu cari daftar namanya dan tulis pesanmu dan jangan lupa tulis kamu di meja berapa. Pasti nanti datang, kalau gak datang mungkin dia sibuk"
"Oh, gitu ya. Makasih"
"Ya"
   Aku mencari meja kosong, beberapa meja dengan nomor keberuntungan telah ditempati ada dua meja kosong yaitu nomor 23 dan 13. Apa-apaan ini, apakah aku harus menunggu meja yang lain. Aku rasa tidak. Aku langsung duduk di meja nomor 13 dan segera melihat daftar namanya. Ternyata OSIS tadi benar, aku menemukan namanya. Aku langsung menuliskan pesanku dan nomor mejaku kepadanya.
   Aku sangat tidak suka menunggu, tapi mau bagaimana lagi. Akhirnya Namira datang. Dia tidak berubah, wajahnya juga masih sama. Mungkin karena kami berpisah tidak terlalu lama.
"Hai Frans, lama gak ketemu"
"Hai ra, aku mau tanya sesuatu"
"Ada masalah apa?"
"Kamu ingat gak aku pernah bilang suka ama kamu?"
"Iya sih, tapi maaf bukannya gak suka nih ya. Aku lebih suka kalau kita bersahabat"
"Ya udah, gak papa"
"Beneran? Kamu manggil aku kesini buat tanya itu doang?"
"Ya gak lah, aku juga ada tugas kampus"
"Apa? Mungkin aku bisa bantu"
"Aku suruh buat cerpen. Aku juga belum pernah buat, dulu aja malah temanku yang buatin"
"Kamu gimana sih? Cerpen itu cerita biasa, kehidupan biasa. Cerpen ya, yang biasa kamu lihat. Tapi kamu buat itu jadi fiktif atau tidak nyata atau khayal"
"Aku jadi bingung. Misalkan aku buat sapi jadi bicara boleh gak?"
"Boleh lah, ya tergantung tingginya kamu menghayal"
"Kebanyakan ngayal bisa gila nih. Haha"
"Mau ngangkat tema tentang apa?"
"Apa ya? Mungkin kehidupan remaja. Lagian zaman sekarang aku ngelihat banyak banget orang yang buat novel maupun cerpen tentang kehidupan remaja zaman sekarang"
"Ya sih selamat berjuang. Eh, kata Tio kamu gak datang. Kenapa?"
"Oh, itu. Aku gak diundang. Aku kesini niatnya cuma cari inspirasi buat tugas ini"
"Oh emang kalo disini dapet inspirasi ya?"
"Gak, bukan disini. Tapi kalau melihat kamu itu inspirasinya keluar semua"
"Haha, apaan sih. Ya udah aku pergi dulu"
"Ada apa?"
"Udah sore nih. Aku mau ke kampus"
"Kamu kuliah juga?"
"Ya, emang kenapa?"
"Gak, jurusan apa?"
"Seni, aku lagi suka lukis"
"Oh. Ya udah"
"Dah"
   Sekarang aku menyesal. Kata temanku jurusan seni juga dia pernah kenal dengan seorang perempuan bernama Namira. Aku kira hanya namanya saja yang sama, ternyata itu memang dia. Dia mengambil kelas sore entahlah aku juga tidak tahu. Tapi sepertinya aku sudah menemukan judul untuk cerpenku selanjutnya. Bukan, aku tidak akan menamainya dengan Namira. Aku pernah berbincang dengan temanku dari jurusan bahasa Jepang tentang Namira tapi dia bilang "Oh, air mata". Aku bingung, dan dia menjelaskan kalau bahasa Jepang dari air mata itu adalah namida. Itu akan menjadi judul cerpenku ini. Berisi tentang perjuangan seorang laki-laki untuk mendapatkan hati dari seorang perempuan yang akhirnya menjadi sia-sia tapi walaupun begitu dia tetap berjuang. Aku rasa akulah tokoh utamanya. "Namida".. atau judulnya "Air Mata Harapan" ah, aku rasa sama saja.

Komentar

  1. http://aditya2004.blogspot.com/2015/05/Namida-Air-Mata-Eps-2.html

    BalasHapus

Posting Komentar

Tulis komentar kamu tentang posting ini !

Postingan populer dari blog ini

Tanpa Judul Eps. 2 (Ini Nyata !)

Not Only in The Games (?) - Eps. 1 (Perempuan Misterius)

Hanya Karya