Teman adalah Teman (Episode 1)
Kesalahan yang kita buat pasti
akan menjadi sebuah penyesalan. Aku terus terbayang dengan kesalahan yang aku
lakukan beberapa tahun lalu. Kesalahan yang dulunya kecil sekarang menjadi
besar. Aku dan dia sekarang berpisah, aku juga tidak tahu apakah kita akan
bertemu lagi.
Aku yakin, aku bisa bertemu
dengannya lagi. Sekolahku akan mengadakan study tour besok. Jika saja
sekolahnya mengadakan study tour juga, aku pasti bisa bertemu dengannya. Tapi
itu mustahil, lagi pula aku bukan peramal. Study tour dilaksanakan besok, aku
akan bersiap. Aku hanya membawa barang-barang yang penting saja. Aku akan
beristirahat sekarang.
***
Sekarang aku sedang berangkat.
Sesampainya di sekolah, aku melihat tempat ini sangat ramai. Seperti biasanya,
kami melakukan apel terlebih dahulu sebelum berangkat. Setelah itu kami
langsung memasuki bus yang telah di tetapkan. Aku masuk ke dalam bis dan duduk
di kursi dekat jendela dan menatap keluar. Secara tiba-tiba seseorang duduk di
sebelahku dan menyapaku.
“Hai”
“Hai, ada apa?”
“Boleh aku duduk disini?”
“Ya … bukannya kamu sudah duduk?”
“Iya, maaf”
“Hmm”
Aku masih menatap ke luar
jendela. Dia kembali bertanya padaku.
“Hai, kamu kenapa? Kalau ada
masalah bicarain aja gak papa kok”
“Gak papa, lagi pula ini cuma
masalah kecil”
“Kamu Yosep kan?”
“Bukan”
“Oh … aku baru ingat. Kamu itu …
siapa?”
“Aku Arif, aku gak suka shuffle
bis kayak gini. Ketemu ama orang asing lagi”
“Aku bukan orang asing, kita itu
satu sekolah”
“Ya … aku tahu. Kalau kamu bukan
orang asing, kamu harusnya kenal aku”
“Emang kamu tahu aku siapa?”
Aku langsung menoleh ke arahnya
untuk melihat wajahnya.
“Kamu itu … Della dari kelas
11-3”
“Kok kamu bisa tahu sih?”
“Kenapa kamu duduk disini? Kamu
itu banyak tanya”
“Oh, maaf”
Bis akhirnya mulai berangkat. Aku
terus memikirkannya. Wajahnya terus terbayang, terus berputar-putar
dipikiranku. Perlahan aku mulai menutup mataku dan terlelap.
Kami semua telah sampai ke tempat
tujuan kami tepat jam 12. Aku sempat tertidur di dalam bis dan dibangunkan oleh
Della. Saat keluar bis aku langsung melihat hp-ku. Ternyata ketua kelasku
mengajak berkumpul di pertigaan bawah pohon beringin. Menurutku itu tempat yang
tepat untuk berkumpul. Aku kira setelah ada shuffle ketua kelas tidak peduli
dengan anggota kelasnya, ternyata tidak.
Saat aku berjalan ke sana,
tiba-tiba ada seseorang meneluk punggungku, Itu membuatku kaget. Ternyata itu
temanku Anton.
"Riiip"
"Oy, kaget ton. Lagian aku
belum mati udah RIP aja"
"Itukan namamu. Gimana? Seru
gak bis mu?"
"Biasa aja, Della duduk
sebelahku tuh"
"Cie, ama Della. Enak gak
orangnya?"
"Cie apaan? Aku gak suka ama
dia banyak tanya"
"Namanya juga orang pinter.
Jadinya kan banyak pertanyaannya. Haha. Terus gimana suasana bisnya?"
"Gak tahu ah, aku tidur
tadi. Udah, jangan banyak tanya. Yuk ke tempat kumpulannya dulu"
"Oke oke"
Sebenarnya aku tidak tahu
tempatnya. Terpaksa aku harus mengecek semua pertigaan yang ada pohon
beringinnya. Akhirnya ketemu, gak terlalu jauhlah dari bis. Di situ kami semua
menceritakan kejadian di bis tadi. Yah.. hanya aku saja yang tidak ada teman
satu kelas di dalam bis. Beberapa menit bercerita kami langsung di beri
makanan. Tiba-tiba aku melihat ada seseorang dari sekolah lain.
Tidak, dia adalah Firda. Orang
yang selama ini aku pikirkan di bis. Aku harus minta maaf dengannya. Aku
berdiri dan segera menghampirinya. Saat aku hampir sampai, aku malah merasa
takut. Aku bingung, apa yang harus aku lakukan.
Aku menunggu saat yang tepat
untuk berbicara dengannya. Ternyata aku gagal, dia sudah pergi bersama teman
sekolahnya. Aku langsung berniat untuk kembali ke bis untuk tour selanjutnya.
Tapi saat aku ke sana mereka semua sudah menghilang. Aku panik dan berniat
menyelinap di bis sekolah Firda.
Aku berlari dan akhirnya aku
terlambat. Sekarang aku berdiri terdiam di tempat ini. Setelah beberapa detik
ada yang datang ke arahku dan menawarkan tumpangan padaku.
"Mas.. "
"Eh, iya ada apa?"
"Mas, ketinggalan bis nya
ya?"
"Ya pak"
Aku bingung apakah aku harus
berbohong. Tapi jika aku tidak berbohong aku tidak akan bisa pergi kemana-mana.
"Oh, ya udah. Gini mas, saya
kan satu tujuan ama bis itu. Tadi juga sempat tanya-tanya ama supirnya. Gimana
kalau mas ini saya antar aja. Mumpung saya juga mau ke sana"
"Beneran nih pak? Gak
ngerepotin?"
"Iya, yuk cepet naik. Nanti
ketingvalan lagi"
"Aduh, makasih pak"
Aku memutuskan untuk numpang di
mobil tersebut. Katanya mereka satu tujuan, aku juga tidak berani bertanya apa
pekerjaan mereka, yang paling penting aku bisa naik bis itu.
***
Sesampainya disana aku langsung
mencarinya. Ternyata ini tour terakhir mereka. Sekarang tepat pukul 3 sore.
Mereka berada di Dufan. Aku melihatnya duduk sendirian di kursi bawah pohon
besar. Aku langsung menghampirinya.
Saat aku berada tepat di depannya
dia tidak menoleh sama sekali. Matanya tertuju pada ponselnya.
"Maaf, boleh saya duduk
disini?"
"Silahkan"
"Lihatin ponsel kok sampai
sehitunya sih?"
"Iya maaf, eh ... "
(sambil menoleh ke arahku)
Dia terdiam beberapa saat dan aku
sedikit merasa tidak enak dengannya. Aku akan langsung menjalankan tujuanku
sekarang.
"Firda, dengerin aku
dulu"
"Kamu ... "
"Aku cuma mau minta maaf
soal kejadian beberapa tahun lalu itu. Kalau gak maafin juga gak papa sih. Tapi
aku benar-benar gak punya niatan seperti itu"
"Apa maksud kamu?"
"Kamu gak tahu?"
"Oh, soal masalah itu. Udah
aku maafin kok. Lagian itukan cuma masalah sepele"
"Kalau masalah sepele gak
aku selesaikan segera ya jadi besar. Apa lagi kita udah gak satu sekolah"
"Kamu mau kita satu
sekolah?"
"Ya, gak gitu juga.
Maksudnya kalau semakin jauh aku kan juga susah minta maafnya"
"Oh, kamu gak mau satu
sekolah ama aku gitu?"
"Ya gak gitu juga.
Terserahlah. Kamu maafin beneran nih?"
"Iya.... ngomong-ngomong
kamu kok bisa ada disini?"
"Gimana ya, aku itu tadi
sempet ngelihat kamu di tour sebelumnya. Aku mau manggil tapi aku gak berani.
Trus pas aku balik ke bis malah udah pada pergi. Akhirnya ada orang yang mau
nganterin aku ke bis kamu itu. Tapi katanya dia satu tujuan ama bis kamu
kok"
"Haha, kamu aneh ya. Terus
kamu pulangnya gimana?"
"Ya, gak tahu. Aku bisa
masuk di tempat ini aja gara-gara minta bantuan orang yang nganterin aku
tadi"
"Ya udah gini aja. Kebetulan
bisku kan ada yang gak ikut 1 anak, otomatis 1 kursi kosong. Kamu masuk
aja"
"Gimana ya, tapi aku kan
juga gak kenal mereka"
"Nanti ke bis bareng aku
aja. Nih, aku lagi nungguin teman-temanku"
"Ya udah, makasih Fir. Kamu
bantu aku terus dari SMP"
"Masa' sih. Haha. Iya...
sama-sama"
Sekarang jam 4 lewat dan aku
masih duduk disini bersamanya. Sampai kapan aku menunggu disini. Aku mencoba
menelepon temanku lebih tepatnya ketua kelasku. Beberapa detik kemudian ia
menjawab dan bertanya.
"Sekarang kamu ada
dimana?"
"Di Dufan nih kalian gak ke
sini?"
"Kok bisa? Kita harusnya di
Bandung sekarang. Terus gimana nih?"
"Gimana yah? Aku juga
bingung. Jaraknya jauh ya?"
"Deket kalo pake pesawat.
Ini udah jam setengah 5. Kita balik sekitar jam tujuh lah. Nanti coba aku tanya
guru-guru disini, bisa nunggu kamu apa gak"
"Oke. Makasih. Nanti aku
kabarin lagi ya"
"Yok"
Sekarang aku harus apa, aku
mengambil tindakan untuk menuju ke sana. Sebelumnya aku akan berpamitan
terlebih dahulu kepada Firda.
"Fir, aku mau pergi nih.
Nyusul teman-teman"
"Emang teman kamu sekarang
ada dimana? Dekat sini ya?"
"Di Bandung katanya. Kali
aja aku bisa nyusul"
"Jauh lo rif. Sebentar lagi
aku pulang kok. Sekitar jam 5. Ini temanku udah pada selesai. Sebentar lagi
pada ke sini. Tunggu sebentar ya"
"Ya udahlah"
Aku akan menunggu teman-temannya.
Aku tetap duduk disini bersamanya. Entah mengapa aku terus memandanginya. Dia
terlihat berbeda, tapi dia masih baik sama seperti dulu. Akhirnya temannya
datang. Aku sempat merasa tidak enak. Saat mereka datang aku melihat mereka dan
terkejut. Hampir seluruh dari mereka adalah temanku dulu. Mereka semua juga
terkejut melihatku dan langsung bertanya-tanya.
"Kamu Arif?"
"Ya kamu Henry kan?"
Kami ... (Bersambung di "Teman adalah Teman (Episode 2)")
http://aditya2004.blogspot.com/2015/07/T-a-T-Eps1.html
BalasHapus