Peron Terakhir Kita
Peron Terakhir Kita
"Selamat Tinggal Untukmu"
Terasa tenang hatiku akan suasana
hening di dalam kereta. Aku berdiri sambil melihat ke luar jendela. Terkadang
aku melihat refleksi dari kaca kereta, melihat-lihat orang yang berada di
samping maupun di belakangku. Aku pun sering mengamati siapa saja yang turun di
stasiun bersamaan denganku. Aku mulai tertarik kepada seseorang, dia cantik,
tinggi, dengan rambut lurus, matanya sangat indah dan berkilau. Dia sering
melihat ke arahku, atau mungkin hanya perasaanku saja. Ingin ku berjalan ke
arahnya dan menyapanya, tapi aku tidak bisa karena harus cepat-cepat untuk
pergi ke sekolah. Mungkin lain kali, suatu saat nanti aku bisa sedikit dekat
dengannya.
Sepulang dari sekolah aku kembali
ke stasiun itu. Aku duduk di kursi peron untuk menunggu kereta pulangku. Beberapa
saat di tempat duduk ini, aku melihat perempuan itu lagi. Seingatku, biasanya
dia tidak pernah pulang dijam yang sama denganku. Dia berjalan dan mencari
tempat duduk, sampai dia berjalan di tempatku duduk. Aku mempersilahkan dia
duduk di sebelahku.
“Duduk di sini mbak.”
“Gak papa nih mas?”
“Gak papa. Dari tadi kayak nyari
tempat duduk. Udah gak papa”
“Makasih mas.”
Aku terdiam sejenak dan
memikirkan, aku ingin bicara apa kepadanya.
“Oiya, kayaknya aku pernah lihat
kamu deh.”
“Masa? Salah orang kali?”
“Mungkin juga tuh. Oiya, aku
Randy.”
“Aku Citra.”
“Kamu mau ke bogor kan?”
“Iya.. kok bisa tahu sih?”
“Makanya tadi aku bilang ‘Aku
pernah lihat kamu’ kamu gak percayaan sih.”
“Hahaha. Aku baru tahu malah.”
Ternyata dia benar-benar tidak
melihat ke arahku. Aku berpikir sambil tertawa tepat di sebelahnya. Dia
mengerutkan dahinya dan sedikit membuka mulutnya. Dia berkata, “Kenapa mas?”
Aku berhenti tertawa perlahan dan menjawab pertanyaannya bahwa aku tidak
apa-apa. Dia malah tertawa. Kali ini aku yang bingung. Aku berbalik tanya
kepadanya.
“Lah.. kenapa mbak?”
“Gak, gak. Kamu ditanya beneran
malah gitu jawabnya. Ntar disangka orang gila lo.”
“Mau aku ceritain nih?”
“Ya gak papa, silahkan.”
“Jadi gini. Setiap aku naik
kereta ini, aku lihat kamu itu kayak ngelihatin aku. Ya maaf, karena aku
mikirnya gitu, tapi aku juga mikir 2 kali. Mungkin dia lihat orang di
belakangku atau apa gitu. Pas dengar dari kamu ternyata benar. Haha.” Ucapku
sambil tertawa
“Waduh. Maaf ya, malah bikin kamu
salah sangka gitu.”
“Memangnya kamu lihatin apa sih?”
“Aku? Aku kan bareng sama pacar
aku. Ya kadang kami berjauhan, jadinya Cuma bisa saling pandang.”
“Oh. Gitu ya. Ini berarti lagi
nungguin pacarnya nih?”
“Gak juga sih. Ini mau langsung
pulang.”
Suara pengumuman kereta berbunyi,
ternyata itu kereta ke arah pulangku.
“Keretanya udah ada tuh mbak.”
“Iya, barusan aku juga dengar
kok.”
Kami berdua masuk ke dalam kereta
itu dan meninggalkan peron. Aku dan dia berdiri bersampingan, kami saling
berbincang-bincang, dan bercanda gurau di dalam kereta. Aku mempersilahkan dia
duduk dulu saat ada tempat duduk yang kosong. Dia pun duduk, sampai pada saat
tempat duduk lain kosong aku duduk di sana. Aku memandanginya terus menerus.
Dia pun menepuk lenganku dan berkata, “Apaan sih?” sambil tertawa kecil. Aku berkata,
“Gak papa.” Kami terdiam beberapa saat. Sampai pada tempat tujuan kami turun
dari kereta dan aku memanggilnya sebelum meninggalkan peron.
“Citra!”
“Iya?” Sahutnya sambil
memalingkan wajahnya ke arahku
“Gak papa. Haha.”
“Apaan sih?” ucapnya sambil
tertawa kecil
“Sampai ketemu besok.”
“Ya..” ucapnya sambil melambaikan
tangan
Kami berdua berpisah di peron
itu. Aku sangat berharap bisa bertemu dengannya seperti sebelumnya. Beberapa
hari telah terlewat, aku berngkat dan pulang naik kereta ini tapi sampai sekarang
aku tidak melihat mata indahnya lagi. Berhari-hari aku lewati tanpanya, entah
mengapa rasanya berbeda saat tidak ada dia. Entah aku ini kenapa, mungkinkah
aku sedang jatuh cinta. Bodoh sekali aku, jika harus jatuh cinta dengan
seseorang yang sudah memiliki pasangan. Aku membuang pikiran itu, aku mencoba
untuk menjalani hidupku seperti dulu lagi. Namun apa yang aku harapkan tidak
terwujud. Aku merasa sangat berbeda jika tanpa dia. Aku sedikit bingung, kenapa
aku baru saja berbicara dengannya bisa langsung menjadi seperti ini. Suasana
peron yang ramai ini serasa sepi kalau tanpa dia. Rasa bosan dibalut rindu ini
kian menusuk ke jantungku. Mungkin suatu hari, aku tidak perlu teralu banyak
berharap.
Setahun telah berlalu, rasanya
aku sudah bisa meringankan rasa rindu padanya. Tapi aku masih mengingat semua
kejadian itu, saat aku masih bisa melihatnya. Keretaku telah berhenti di
stasiun bogor. Aku turun dari kereta, aku duduk di kursi peron seperti
biasanya. Saat kereta telah melintas dengan cepat, aku melihat Citra tepat di
stasiun seberang sedang menangis. Aku memanggilnya dari kejauhan, “Citra!” dia
tidak menghiraukan suaraku. Dia berjalan keluar dari peron, aku pun langsung
mengikutinya keluar. Saat aku keluar, aku kehilangan jejaknya. Aku tidak
melihat siapapun, aku membalikkan tubuhku ke belakang dan memukul dinding. Aku
memukul sambil berkata, “Sial.” Aku berbalik arah ke pintu keluar dan mengambi
tasku yang aku letakkan di bawah. Aku berjalan sambil menundukkan wajahku.
Langkahku terhenti saat aku seseorang di depanku menghalangi jalanku. Aku mendongakkan
kepalaku ke depan, ternyata itu adalah Citra.
“Hai.” Sapa dia sambil tersenyum.
“Citra?”
Aku berjalan ke depan.
“Hei, kamu kenapa?” Tanyaku
sambil memegang pundaknya.
“Gak papa kok. Udah lama ya kita
gak ketemu.”
“Yahh.. gak papalah.” Sahutku
sambil tertawa kecil.
“Kok gak papa? Maksudnya gimana
nih?”
“Ya gak papa kalo gak ketemu. Tadi
aku lihat kamu kayak nangis?”
“Masa sih? Gak kok, mungkin cuma
halusinasi kamu aja kali.” Ucapnya sambil tersenyum.
“Ya udah. Aku mau ngomong jujur.”
“Apaan? Gak boleh aneh-aneh ya.” Tanya
dia dengan sedikit candaan
“Aku sebenarnya suka sama kamu,
semenjak aku gak ketemu kamu lagi.. rasanya beda banget, sepi. Aku gak tahu aku
kenapa. Aku minta maaf, jika aku salah.”
“Kenapa minta maaf, gak ada yang
salah kok. Maaf juga, aku gak bisa suka sama kamu. Aku.. sebentar lagi pergi.. bahkan
hubunganku sama pacarku aku akhiri tadi. Rasanya sedih banget, mau bagaimana
lagi. Sebenarnya itu saran dari orang tuaku, tapi jika itu yang terbaik buatku
akan aku lakukan.”
“Kamu mau ke mana?”
“Aku mau lanjutin kuliah di
luar negeri.” Ucapnya dengan mata yang berkaca-kaca
“Udah.. gak papa. Itu bagus kok.”
“Kamu beneran gak papa?”
“Yah.. lagipula, aku juga cuma
teman kamu. Baguslah pilihanmu itu. Aku cuma bisa support kamu dari Indonesia.
Terus kenapa kamu ke stasiun ini?”
“Aku.. sebenarnya.. mau ucapin ‘Selamat
Tinggal’ ke kamu. Tapi pas aku balik ke stasiun ini, aku teringat semuanya. Mungkin
rasanya sama kayak yang kamu rasakan.”
“Sudah sudah.. ini jadi hari
terakhir kita ketemu ya. Anggap saja, ini semua awal dari karirmu. Maaf, kalau
sebelumnya aku mengecewakanmu.”
“Iya. Aku juga minta maaf. Bisa gak
kamu ke bandara senja nanti?”
“Yah.. aku akan di sana. Akan aku
usahakan untukmu.” Sahutku sambil memegang pundaknya
Tiba-tiba dia menggerakkan tangan
kanannya ke pundaknya dan memegang tanganku. Dia berjalan keluar stasiun ini
sambil menggandeng tanganku. Aku melepaskan gandengannya. Dia berhenti
berjalan. Aku berkata padanya, “Maaf, sepertinya aku gak bisa ke bandara.” Dia bertanya,
“Kenapa?” aku menjawabnya, “Aku gak bisa buat kamu sedih terus. Jika kamu
mencariku suatu hari nanti, mungkin aku akan ada di peron stasiun ini. Aku akan
selalu berdoa untukmu, akan selalu ada untukmu.” Dia membalikan badannya dan
berkata, “Terima kasih.” Wajahnya terlihat tersenyum sekarang, hanya saja dia
masih menangis. Dia berjalan pergi meninggalkanku, dia berjalan sampai depan
stasiun dan disana terlihat ke dua orang tua mereka. Dia bersama ke dua orang
tuanya memasuki mobil dan aku hanya bisa tersenyum dan melambaikan tanganku
saat mereka pergi.
-Raihlah mimpimu jangan pernah
menyerah, aku akan selalu ada untukmu-
Salam Blogger. #AditDC
Komentar
Posting Komentar
Tulis komentar kamu tentang posting ini !